Social Icons

Selasa, 16 Maret 2010

Keberanian


Apa yang akan kau lakukan jika kau laki-laki dan jatuh cinta pada seorang laki-laki? Begitu yang terjadi padaku selama bertahun-tahun. Dan lelaki itu tak lain adalah Pak Yadi, pria berumur 52 tahun, yang rumahnya hanya 30 meter di samping kanan rumahku.

Bagi sebagian orang, sosok Pak Yadi mungkin tidak terlalu menarik. Meski berkumis tebal dengan wajah yang sangat laki-laki, tetapi Pak Yadi bertubuh gendut dengan lengan dan perut yang besar. Tetapi bagiku, dialah laki-laki terseksi di dunia. Aku selalu tergetar setiap kali melihat bulu tangannya, bibirnya, dadanya yang menyembul dari balik kemeja atau perutnya yang membulat itu. Aku telah mengenalnya sejak bertahun lalu dan selama itu pula aku memimpikan pria itu telentang, tanpa sehelai benang.

Beribu malam aku mencoba menemukan cara untuk menumpahkan hasrat ini, agar aku tak lagi hanya melayangkan birahiku dengan onani. Tetapi beribu malam pula aku kalah, tidak punya cukup keberanian. Tetapi aku bersumpah akan melakukannya, ya aku harus melakukannya. Hingga semuanya terjadi begitu cepat, tak terduga dan luar biasa.

Di sebuah senja yang tidak terduga, di bawah kuyup oleh guyuran hujan. Aku tahu pasti, sore itu Pak Yadi sedang sendirian di rumah. Tadi siang aku melihatnya mengantarkan istri dan anaknya.

"Ini, mengantar istri dan anak mau mengunjungi neneknya, mumpung libur sekolah," katanya menjawab pertenyaanku, saat itu kami berpapasan jalan depan rumahku. Wow, inilah saatnya, pikirku.

Entah kekuatan apa yang mendorongku, tiba-tiba saja aku sudah berada di teras depan rumahnya sore itu. Dari jendela aku lihat Pak Yadi membaca koran di kursi sofa ruang tamunya.

"Eh, Dik Aryo, mari masuk, biar nggak basah," sambutnya begitu melihatku kuyup di teras.
"Oya, Pak, terima kasih, Pak," kataku sembari melangkahkan kaki memasuki rumahnya yang asri.

Aku lalu duduk di sofa, berseberangan meja tempat Pak Yadi duduk. Dadaku berdegup kencang. Bagaimana tidak, pria yang paling aku impikan duduk hanya satu setengah meter di depanku, aku tidak kuasa menatap matanya.

"Wah, hujan kok nggak berhenti ya. Eh, kalau pingin minum ambil sendiri ya, soalnya ibu sedang pergi," katanya ramah.

Kaos oblong putih dan sarung yang dia pakai membuat perutnya membulat, darahku terkesiap. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku harus melakukannya.

"Pak, sebenarnya saya kesini karena ada sesuatu yang penting. Tapi saya sungguh meminta pada Anda, apapun yang yang saya katakan, tolong jangan Bapak ceritakan pada siapapun," kataku setengah gemetar.

Wajah Pak Yadi sontak menegang, kalimat yang barusan aku ucapkan jelas bukan kalimat biasa. Benaknya pasti dipenuhi seribu pertanyaan kini. Aku bisa melihatnya dari cara dia meletakkan koran. Kini wajahnya tegak lurus di depanku. Keningnya berkerut, menampakkan seorang yang sedang berusaha keras menemukan sebuah jawaban atas rasa penasaran yang sedang menderanya.

Awalnya terbata aku menjelaskan. Aku katakan padanya, aku menyukainya sejak bertahun lalu, sejak nafsu seks mulai menjalari benakku. Aku membayangkannya setiap waktu dan bermimpi menciumi setiap inci kulit lelaki seksi itu. Ya, aku mencintainya, dengan cara yang dia tidak pernah tahu.

Wajahnya menampakkan kebingungan dan salah tingkah. Tetapi hal itu hanya beberapa menit saja berlangsung. Sebentar kemudian, wajah itu sudah kembali tenang dan sangat kebapakan, membuat gairahku merayap makin tinggi. Lalu aku dengar jawaban yang sungguh di luar dugaan.

"Hmm, sesungguhnya Bapak kaget dengan apa yang Dik Aryo ungkapkan. Tapi jangan kawatir, Bapak tidak akan memberi tahu siapapun. Sekarang, bolehkah Bapak tahu, apa yang ingin adik lakukan pada Bapak jika ternyata Bapak juga mau?" tuturnya tenang.

Sejenak aku terpana, ini seperti mimpi. Lalu aku beranjak dari kursi, berjalan mendekati lelaki impianku. Pertama kali aku dekatkan wajahku ke depan wajahnya, begitu dekat. Kuusapkan telapak tanganku pada wajahnya. Bulu-bulu wajahnya dalam sentuhanku, langsung memicu nafsu dan kurasakan batang kemaluanku bangkit dengan cepat. Aku cium kedua pipinya, ciuman panjang, sepanjang masa penantianku. Lalu aku kecup bibirnya.

Awalnya Pak Yadi masih agak grogi menanggapiku. Tapi lalu bibirnya memagut bibirku, kami berciuman. Kucium aroma rokok dari mulut laki-laki itu. Sambil berciuman, tanganku mengusap lengannya yang berbulu.

"Saya akan buka kaos Bapak, bolehkan?" kataku.
"Lakukan, Aryo, Bapak menikmatinya," katanya.

Tangan gemuknya yang sedari tadi melingkari pinggangku mengendur lalu terangkat bersama kaosnya yang aku singkap. Sebelum benar-benar kaus itu terlepas, aku ciumi perut gendut Pak Yadi. Bulu-bulunya membentuk garis tegak lurus. Mm, kini aku benar-benar tak kuasa menahan hasrat seksku.

Aku lepas kaos putihnya. Aku tidak bisa menahan decak kagumku, tubuh laki-laki itu benar-benar seksi. Dadanya yang menonjol, perutnya yang membulat indah dan lengannya yang besar. Tetapi yang paling membangkitkan gairahku adalah ketika kaos itu aku singkap. Ketika lengannya terangkat, ketika kain lengannya tersingkap. Wow, aku lihat bulu ketiaknya, begitu lebat, panjang dan memburai indah memenuhi bidang lipatan ketiaknya yang lebar, membentuk pemandangan paling indah yang pernah aku lihat.

"Pak, apakah anda ingin tahu mimpi saya yang paling rahasia?" kataku, beberapa saat setelah kaosnya terlepas dari tubuhnya.
"Hey, katakan, Bapak tidak sabar ingin mendengarnya," kata dia, matanya berbinar.

Aku robohkan badannya ke belakang sehingga bersandar punggung sofa tempatnya duduk, setengah berbaring.

"Ini..," ujarku. Kata-kataku tidak kuteruskan, aku memang ingin menjawab bukan dengan kata-kata. Melainkan aku angkat kedua lengannya yang besar.

Lalu aku daratkan hidungku di rimbunan ketiak kanannya. Ciuman yang panjang, sepanjang kerinduan yang menderaku. Aku rasakan bulu-bulu ketiak itu menempeli hidungku. Bau keringat laki-laki, membuat kontolku menjadi sangat keras.

"Ngghh.. Wow, nikmat sekali, Aryo," lenguh lelaki pujaanku.

Hidungku terus menciumi ketiak laki-laki itu, membauhi bau kelelakiannya. Sementara tangan kiriku mengusapi ketiak kanannya. Lenguhan Pak Yadi membuat kontolku semakin kencang berdiri.

Aku hujani ketiak itu ciuman, lalu aku jilati setiap helai rambutnya, membuat kedua ketiak laki-laki itu basah kuyub, benar-benar basah kuyub. Sesekali aku lancarkan gigitan kecil, jambakan lembut dengan bibirku. Dan pria seksiku melenguh, menggeliat menahan nikmat.

Lidahku terus bergerak, lengannya sebelah atas ketiak aku jilati. Kulitnya terasa hangat. Lalu lengan tangannya yang berbulu itu. Aku terduduk di atas lelaki gendutku. Kurasakan, sebuah batang keras terasa mengganjal di bawah pantatku. Hasrat laki-laki seksi ini telah terangkat kini.

Kukecup bibirnya, kami berpagutan sangat lama. Tangan Pak Yadi mengusap punggungku, pundakku, pantatku, dengan gemas penuh gairah. Nafas kami memburu.

Sembari berpagutan, tangan laki-laki itu membuka kaosku, membuka celanaku, dalam waktu yang sangat cepat aku telanjang kini, duduk di pangkuan laki-laki seksi itu, berhadapan. Bibir kami kami masih berpagutan. Aku goyangkan pantatku dan aku rasakan desir birahi menumpuk di otakku.

Aku turun dari pangkuan, aku lepas sarung Pak Yadi. Tangan orang itu mengelus rambutku. Celana dalam putih yang dipakainya sudah kulempar ke atas kursi. Dan kini, tubuh bulat itu telanjang bulat, menempel dengan kulitku, seperti mimpi yang kuhadirkan tiap malam.

Aku elus dadanya, aku puntir putingnya, aku remas-remas puting itu hingga Pak Yadi meringis mehana nikmat. Sembari melakukan itu, aku ciumi perutnya, aku jilati seluruh permukaannya, tak tersisa. Jari-jariku cepat berpindah, meremas dadanya, lalu menelusup lipatan lengan mencari rimbunan bulu ketiak, merasakan hangatnya kempitan ketiak itu, lalu kutarik lagi, meremas putingnya, meremas pinggangnya, pinggulnya, perutnya, lengannya, lehernya dan oughh! Aku benar-benar kesetanan, aku jamah seluruh tubuh laki-laki itu.

Mulutku terus bergerak, berpindah dari perut ke bagian bawah, lidahku terus menyapu setiap pori kulitnya. Kini, wajahku menelungkupi pangkal pahanya, menjilati batang kontol di tengah rimbun jembut berbau khas laki-laki. Ohh, lebat jembutnya membuat kulit wajahku seperti dijilati. Batangnya besar, dan lidahku menjilatinya, naik lalu turun-naik-turun-naik-turun lagi.

Kepala batang itu aku kecupi, aku jilati lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Aku memasukkannya dalam-dalam, sedalam aku bisa, sembari membuat gerakan menyedot, wow, aku merasa terbang tinggi. Setiap sedotanku menciptakan hentakan, Pak Yadi menjerit pelan, mengerang, tubuhnya gemetar menahan birahi.

Sembari bekerja di selangkangannya, kedua tanganku bergerilya, meremas dada, meremas perut, meremas pinggulnya yang gembul lehernya dan berkali-kali keluar masuk lipatan ketiaknya, merasakan hangat lipatan itu, merasakan rimbun rambut yang subur di dalamnya.

Suara lenguhan terus keluar dari mulut Pak Yadi. Tangannya bergerak, menggapai punggungku, mengusap-usap rambutku, meremas lenganku, menahan nikmat yang menjalari sekujur tubuhnya yang seksi.

"Pak, anda seksi sekali, sungguh seksi, sangat seksi, aku cinta Bapak," kataku sembari mengecupi lehernya.

Aku duduk di atas batang kontolnya yang keras. Lalu aku pegang batang itu, kumasukkan ke lubang anusku. Lalu aku membuat gerakan naik turun, lembut, lembut lalu lebih kencang dan lebih kencang. Batang kemaluannya seperti menebarkan racun kenikmatan, merasuki seluruh urat darahku, membuat benakku terbang melayang.

"Oh Aryo, ini nikmat sekali, kenapa tidak kau katakan sejak dulu?" kata Pak Yadi setengah mengerang. Nafasnya memburu, seperti juga aku.
"O, Bapak, saya impikan ini seumur hidup," kataku. Sembari menggoyang pantat, aku daratkan ciumanku pada bibirnya, tanganku bergerak terus, mengusap seluruh badannya.
"Bapak tidak mau segera keluar, ayo, gantian," katanya.

Kuangkat pantatku. Tubuh besar Pak Yadi membalik, memberikan pantatnya untuk kontolku yang sudah sangat keras. Sebelum aku masuki pantat itu, aku ciumi dulu. Aku tak tahan melihat seluruh bagian tubuhnya, aku ciumi pantatnya, aku jilati, terus bergerak ke atas, lalu punggungya, sementara kedua tanganku meremas perutnya, pinggangnya, dadanya dan menelusupi lipatan lengannya kembali mencari ketiak kesukaanku. Lalu aku mulai masukkan kontolku ke lubang itu. Pak Yadi memekik pendek.

"Ughh, uhh, terus, tak apa, terus saja," katanya.

Aku masukkan kontolku, pelan-pelan, lalu mulai menariknya, mengangkat batangku, lalu turun kembali, begitu berulang dan makin cepat. Nikmatnya sungguh sejuta, aku membuat gerakan maju-mundur, maju-munudr, kaluar-masuk-keluar masuk, sembari menggerayangi seluruh bagian tubuh laki-laki seksi ini. Ouuhh, luar biasa!

"Okey, sekarang gantian Bapak," katanya lagi.

Dia kembali duduk dan memangkuku. Aku langsung masukkan kontolnya ke lubang pantatku, dan menciuminya wajahnya sembari melakukan itu. Kami langsung membuat gerakan bergoyang.

"Oh, Aryo, nikmat sekali, nikmaat sekali," kata mulut pria seksiku.

Kontolnya keluar masuk anusku, dan mulutku menyapu seluruh permukaan wajahnya, lehernya dan memaguti bibirnya.

"Aryo, Bapak mau keluarr, ahh, mau keluarr," katanya.

Dan aku dekap erat tubuh laki-laki itu. Dia mengerang, setengah bergumam, tubuhnya menegang, menandakan bakal muncratnya puncak kenikmatan. Benar saja, sejurus kemudian erangannya memanjang, Pak Yadi mencapai puncak kenikmatan. Kedua lengannya mendekapku kuat.

"Arrhhrhh," pekiknya.

Aku segera menghujani wajahnya dengan ciuman, lehernya dan dadanya. Di saat yang sama air maninya menyemprot, membasahi pantatku.

Tidak menunggu waktu, aku angkat lengannya, aku telentangkan pria seksi itu. Aku membuat gerakan naik turun di atas perutnya. Tekanan perutnya yang gendut dan tubuhku membuat kontolku makin memuncak. Sembari membuat gerakan itu, jari-jari tanganku meremas kedua ketiaknya. Sesekali aku menciuminya, menjilati ketiak yang basah keringat itu, sungguh nikmat luar biasa.

Kini aku rasakan tubuhku menjadi ringan, dan seluruh tubuhku dirasuki perasaan nikmat tiada tara, air maniku hendak keluar, dan aku bakal mencapai puncaknya. Aku percepat gerakanku. Aku tekan lebih kuat kontolku. Ahh, akhirnya kontolku tak kuat lagi menahannya. Maniku muncrat ke perut dan dada Pak Yadi-ku.

"Aouhh, Paak, luar biasaa, woow!" seruku.

Pak Yadi mengusapkan seluruh air maniku ke seluruh permukaan perut dan dadanya sendiri. Dia menciumiku berkali-kali, lalu kami berpagutan panjang, sangat lama.

"Aryo..," katanya.
"Pak Yadi sayangku," kataku, lalu bibir kami kembali bertemu.

Usai adegan penuh kenikmatan itu kami lalu mandi bersama. Aku menggosok seluruh permukaan tubuh Pak Yadi dengan sabun, sembari terus menciuminya. Aku benar-benar tak kuasa untuk tidak mencium dan menyentuh seluruh tubuh laki-laki itu. Bahkan meski aku baru saja mencapai klimak.

"Nanti malam tidur di sini saja, ya. Bapak akan berikan tubuh Bapak padamu, semuanya milikmu, setiap bagiannya," katanya.

Setelah pulang sebentar, aku kembali ke rumah lelaki pujaanku. Kami bergulat penuh kenikmatan sepanjang malam hingga kelelahan. Aku terus menciumi tubuh laki-laki itu, bahkan ketika sudah lelap kecapaian. Pria yang begitu seksi, benar-benar seperti mimpi.

Senin, 08 Maret 2010

Impian Seorang Duda


Malam ini aku benar-benar tersiksa dengan hasratku yang semakin menggebu. Aku mulai mempreteli pakaianku sendiri lalu telentang di atas tempat tidurku dengan membentangkan kedua tanganku, sehingga milikku yang 14 cm bisa bergerak bebas. Aku memejamkan mata sambil perlahan mendesis-desis menyebutkan sebuah nama, Yusuf. Sudah lama aku berpisah dari dia. Why? Aku sendiri tidak tahu pasti, hanya saja dari gosip yang kudengar kabarnya dia mengejar-ngejar khayalannya untuk mendapatkan cowok yang tidak disunat alias uncut alias masih punya kulup atau apa lagi sebutannya. I don't care. Yang jelas aku sudah menjadi duda dari priaku sendiri dan malam ini aku sendirian dengan hasratku yang kian memuncak ingin mendapatkan kehangatan dari seorang lelaki. Oh, Mas Yusuf, look at me honey. Aku merindukanmu, mas. Dan biasanya dengan keadaan begini aku baru bisa tertidur setelah mengocoknya dan memuntahkan lavanya yang tidak senikmat di saat memadu kasih berdua dulu.

Pagi itu aku baru bangun jam tujuh. Untung hari Minggu. Rumah kontrakan yang kutempati agak terpencil dari rumah sekitarnya. Dengan masih telanjang bulat, aku dengan malas bangkit berdiri menghampiri remote TV, menyalakan siaran berita yang sudah hampir berakhir. Ya, aku terbiasa di rumah dengan hanya memakai celana dalam atau celana pendek saja. Itu karena hasratku yang sangat tinggi. Bahkan aku masih punya harapan jika saja tiba-tiba ada maling masuk atau orang kesasar sekalian saja aku akan mengajaknya untuk melakukan sex. Gila memang. Dan bayangan Yusuf selalu hadir di setiap sudut rumahku yang dipenuhi dengan foto-fotonya dan fotoku.

Aku menyalakan kompor gas, memanaskan air untuk minum. Lalu dengan malas aku berbaring lagi di atas tempat tidur. Remote TV kupencet-pencet terus tanpa tahu mana yang akan kutonton. Hampir semua stasiun TV menghadirkan kartun anak-anak. Uh.. Mas Yusuf. Sampai kapan aku harus dibayang-bayangi cintamu, mas. Aku ingin mencintai orang lain lagi. Aku meraih pena lalu kutuliskan di atas selembar kertas HVS. When will I feel your dick in my ass again? Kembali aku melamun menikmati siaran TV. Tanpa peduli dinginnya pagi, aku masih tetap telanjang di atas kasur. Lalu aku berbalik menatap langit-langit kamar yang bercat putih.

"Kring.." dering telepon membuyarkan lamunanku. Aku meraihnya.
"Siapa?" tanyaku dengan malas.
"Hai, Man. Kamu lagi ngapain sih? Baru bangun, ya?" suara di seberang terdengar sambil ketawa-ketawa.
"What's so funny? Cengengesan saja. Siapa nih?" aku mengomel.
"Aduh, masa lupa Man. Aku Bambang."
"Oh, Pak. Maaf. Dikirain siapa. Maaf sekali, Pak. Ada apa telpon pagi-pagi sekali." aku merubah posisi duduk di atas tempat tidur.
"Ngga papa kok. Pagi ini aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Ada acara ngga?"
"Jalan-jalan..," aku berpikir sebentar, "Jam berapa, Pak?"
"Sekarang."
"Sekarang? Aduh, bagaimana nih Pak. Aku.. aku.."
"Ok, begini saja, sampai kapan aku harus menunggu di depan pintu rumah kamu?"
"Oh my god!" aku berteriak, "Sebentar, Pak."

Tanpa berpikir panjang, aku membanting gagang telepon. Lalu meraih handuk yang menggantung di paku, lalu melilitkannya di tubuhku sekenanya. Bergegas aku menghampiri pintu depan.
"Maaf, Pak. Masuk. Kenapa tidak ketuk pintu saja?"
Aku mempersilakan Pak Bambang duduk. Dia hanya tersenyum sambil menghampiri kursi depan. Dengan santai dia menatapku yang masih memegang gagang pintu dan bertelanjang dada.
"Kamu sedang apa, Man?" tanyanya sambil tetap mengumbar senyum.
"Euh.. maaf."
Aku baru sadar menutupkan pintu dan duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Pak Bambang. Dia itu sebenarnya tetanggaku yang tinggalnya beberapa rumah dari sini dan bekerja di sebuah BUMN. Dia kebetulan masih membujang di usianya yang hampir mencapai 40. Tanpa sadar aku duduk dengan membuka kakiku agak lebar sehingga dengan jelas dia bisa menyaksikan burung kecilku bernyanyi di pagi itu.

"Euu.. kamu.. sedang mandi, kan?" dia bertanya gugup sambil sesekali melirik ke arah burungku tadi, tetapi aku tidak memperhatikannya.
"Tidak. Sedang nonton TV, Pak."
"Eu.. lalu.. ah, tidak. Lupakan, ya."
Matanya kini tidak bisa memalingkan lagi dengan tatapannya yang terpaku pada burungku itu. Aku baru sadar. Tetapi dengan cepat, hadir pikiran jelekku. Aku ingin memperlihatkannya. Maka dengan perlahan burung di dalam handukku itu mulai mengeras dan mengacung-acung. Aku memerhatikan reaksinya.

"Pak. Mau ajak saya jalan-jalan kemana sih?"
Aku kini membuka lebih lebar lagi kakiku.
"Anu.. aku.. sa.. aduh.. kenapa sih?"
Dalam hati aku tertawa geli. Pak Bambang tampak menahan air liurnya. Tetapi tiba-tiba dia berdiri dan menghampiriku, lalu duduk di sampingku.
"Kau.. tolong buka handukmu."
Hah! Pak Bambang menyuruhku membukanya? Aku menatapnya lekat tidak percaya. Dia membalas menatapku, tetapi kemudian dia justru menjambak handukku dan mencampakkannya di atas lantai hingga aku kini aku telanjang kembali. Walau kaget, tetapi aku justru mempertontonkan batang kelaminku yang kata Mas Yusuf sangat indah.

"Oh.."
Dia merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya meraih batang kemaluanku sementara kaki kanannya menyilangkannya di atas kakiku. Aku kini benar-benar dalam kendalinya. Bau harum minyak wangi sepertinya membiusku untuk terus melayani dia.
Tiba-tiba, "Pak!" tanganku menahan tangannya yang hendak meraih batangku.
"Apa maksud semua ini?" aku menatapnya.
"Aku ingin menikmatinya, Man."
Tegukan air liurnya jelas terlihat.
"Maaf, Pak. Aku tidak mau melakukannya jika bukan karena cinta."
Aku berlagak menjual mahal. Padahal aku tahu sendiri kalau selama ini punya angan-angan cowok sejahat apapun kuperbolehkan menikmati tubuhku akibat rasa kesepian yang berkepanjangan.
"Kau tahu maksudku mengajakmu jalan-jalan?"
Aku menggeleng. Dia mendekatkan wajahnya di wajahku.
"Aku ingin mengatakan sesuatu. Aku.. mencintaimu sudah lama, Man."
Aku sekarang jadi tertunduk. Harus kukatakan apa lagi?

"Gimana, Man? Please. Aku sangat tergila-gila sama kamu."
Aku kembali mengingat-ingat usaha-usaha pendekatan dia kepadaku selama ini. Mengapa dia selalu mentraktirku makan siang saat jam istirahat. Kebetulan memang kantorku bersebelahan langsung dengan kantornya. Dia juga sering mengajak jalan bersama sekedar nonton atau shoping atau juga menikmati kesenangannya seperti aku main games di Matahari. Aku tersenyum. Lalu menatapnya penuh arti. Dia terlihat memasang wajah yang membuatku menjadi iba. Tanganku meraba selangkangannya yang rupanya sudah menegang dari tadi.

"Pak Bambang mencintaiku?"
Dia mengangguk. Tanpa diminta aku mendaratkan ciuman manisku di bibirnya. Dia hampir berteriak girang lalu merangkulku dan memelukku erat.
"Makasih, Man. Aku sudah mendambakan seperti ini tapi selalu gagal. Dan satu, aku belum pernah melakukan sex dengan siapa pun."
Aku tidak menghiraukan omongannya yang jelas aku menikmati pelukannya yang selalu kukhayalkan dan kudambakan.
"Wuing.." bunyi teko air di atas kompor gasku.
"Aduh, Pak. Aku sedang masak air. Sebentar, aku buatkan kopi dulu, ya!"
Dengan malas dia melepaskan pelukannya dan berkata, "Ya, ok. Tapi ngga usah kopinya."

Aku bangkit menghampiri handukku, tetapi setelah kupegang, aku memutuskan untuk telanjang saja pergi ke dapur mematikan kompor. Aku membuatkan segelas kopi dan membawakan makanan ringan yang selalu tersedia di rumahku. Oh, my god. Aku terbelalak menyaksikan Pak Bambang yang sudah telanjang bulat menghampiri pintu dan menguncinya. Saat dia berbalik aku semakin terbelalak menyaksikan indahnya tubuhnya. Untung saja kopi tidak sampai jatuh. Aku menaruhnya di atas meja. Tiba-tiba dia menerkamku seperti orang kehausan seks.
"Man. Lebih baik suguhi aku dengan cintamu."
Dia memelukku sambil berdiri. Tanpa dikomando lagi aku langsung menyambar bibirnya yang dihiasi kumis lebat di atasnya. Aku memagutnya dengan rakus begitu juga Pak Bambang. Tetapi gerakan dia terkesan dipaksakan dan aku mengerti untuk ukuran intensitas sexnya yang masih nihil. Dia kembali menjelajahi tubuhku dengan tangannya yang jahil. Wangi harum tubuhnya membuatku semakin terangsang dengan hebat. Dengan napas terengah-engah, dia memandangku sayu penuh kenikmatan.

"Man, tidur yuk?" pintanya sambil menatap manja.
"Gendong dong, Mas." jawabku.
Aku mulai berani memanggilnya Mas, yang terkesan mesra sekali. Sekali rengkuh, aku dibopongnya menghampiri tempat tidurku yang masih acak-acakan dan TV masih menghadirkan kartun anak. Dia mematikannya.
"Semalam habis ngapain, sayang?" tanyanya.
Dia mulai menindihku. Tanganku meraih bidang dadanya lalu mengusap-usap seluruh dada dan perutnya.
"Aku semalam tidur telanjang, Mas. Ingin digagahi." ujarku dengan jujur.
Dia tersenyum. Lalu menekankan senjata kejantanannya yang berukuran raksasa dan aku sangat menyukainya. Perlahan tubuhku bergerak menikmati tekanan senjatanya yang terasa nikmat.

"Man. Walau belum pernah melakukan tapi aku sering nonton film porno gay. Boleh aku lakukan sama kamu?" pintanya sambil menatapku dengan mimik wajah memohon.
Aku menganggukkan kepala sambil membenamkan wajahku di dadanya yang tercium harum sekali. Perlahan dia bangkit. Lalu mulai menciumi tubuhku sementara tangannya menjalari bagian tubuhku yang paling sensitif. Setelah puas, dia menghampiri bibirku. Kembali dia melumatnya dengan rakus. Tetapi saat itu tanganku sudah tidak tahan untuk meraih senjata ampuhnya yang selalu kuidamkan. Saat itu, dia melirik ke arah telpon yang disampingnya terdapat kertas HVS dengan tulisan yang cukup besar. When will I feel your dick in my ass again?
"Kamu mau sekarang, sayang?" dia membisikkannya.
Aku menatapnya tidak mengerti. Dia meraih kertas itu, dan kemudian baru aku tersenyum.
"Nanti saja, Mas. Aku masih ingin digagahi."

Dia kini mendekatkan kejantanannya di mulutku. Aku dengan sigap meraihnya lalu melahapnya. Cukup repot juga, batang kelamin yang berukuran sebesar itu kumasukkan hingga terasa susah sekali bernapas. Tanganku juga sibuk mulai mengocok kelaminku sendiri. Dia melenguh panjang menari-nari begitu erotis. Lama aku mengemut dan menyedot-nyedot senjatanya hingga aku merasa puas dan mulai mendorong tubuhnya. Aku bangkit berdiri dan mendorong dia rebah di atas tempat tidurku. Aku mengangkangi senjata besarnya yang tegak berdiri dan mulai membuka kakiku supaya batang kelaminnya bisa masuk di anusku. Dengan cepat aku meraih Citra lotion dan kulumuri barangnya, begitu juga pintu anusku. Lalu perlahan aku mengarahkan batang kejantanannya ke anusku.

"Oh.. " aku melenguh saat batangnya mulai memasuki anusku yang sudah tidak perawan lagi.
Ternyata tidak mampu begitu saja melancarkan senjata ampuhnya untuk masuk, bahkan terasa sakit. Perlahan lagi dan lagi hingga kini setengahnya yang masuk. Pak Bambang memegangi tubuhku supaya tidak limbung. Aku berhenti sebentar untuk menikmati kehadiran batang kejantanannya di anusku. Oh, indah sekali. Kembali aku menekan pantatku turun hingga mempunyai inisiatif untuk menekannya sekaligus.
"Awww.. uh.. oh.." aku menjerit saat senjatanya sudah masuk semua hingga ujung pangkalnya.
Besar juga sehingga terasa sesak anusku. Tanganku menjelajahi dadanya yang bidang dan pantatku mulai kugerakan naik turun perlahan.
"Ah.. indah. Nikmat sayang. Terus.." dia meracau.
Aku mulai mempercepat goyanganku hingga naikku agak tinggi.

"Uhh.." aku kembali melenguh lagi menikmati kenikmatan yang tiada tara yang belum pernah kudapatkan bahkan dari Yusuf sekalipun.
Tiba-tiba kedua tangan Pak Bambang memegangi pantatku lalu menaik-turunkan pantatku itu hingga terasa kenikmatan itu sampai ke ubun-ubun. Kelaminku yang sudah sangat tegang menikmati nikmatnya cinta. Pak Bambang mulai terasa berdenyut-denyut dan aku tahu saat itulah aku akan mencapai puncak kenikmatan. Seiring dengan semakin cepatnya gerakan yang dibuat tangan Pak Bambang begitu pula kelaminku semakin terkonsentrasi untuk ejakulasi.

Hingga akhirnya, "Ahh Bapak.. Mas.. Bambang.. Oh.."
Aku merebahkan tubuhku ke belakang saat semburan demi semburan bermuntahan di atas tubuh Pak Bambang hingga kulihat ada yang sampai rambutnya. Rupanya Pak Bambang tahu kalau saat itu aku tidak bisa berada di atas lagi karena tidak kuat lagi, maka dengan tidak mencabutnya dari anusku, dia merubah posisi menelantangkan tubuhku di atas tempat tidur, sementara dia menggoyang pinggulnya maju mundur dengan merentangkan kedua kakiku. Goyangannya semakin cepat sambil meracau.

"Fuck harder.. fuck.. oohh.."
Dia semakin bersemangat saat melihat usahaku untuk menggoyangkan pantat dan tersenyum melihatnya. Sambil melakukan gerakan maju mundur yang semakin cepat dia membisikkan sesuatu, "Man. Aku keluarin di dalam atau di luar?"
"Di dalam saja, Mas. Aku ingin merasakannya."
"Ok. Here you go.."
Dia memompanya semakin keras. Dan saat itu aku merasakan keringat tubuhnya sudah membanjiri tubuhnya. Dengan terengah-engah, di goyangan-goyangan akhir, dia menyeringai sambil menekankan pantatnya dalam-dalam ke dalam anusku.
"Aahh.. Hilman.. oohh.. sayangku." dia berteriak sangat keras.
Aku merasakan dan menikmati semburan kenikmatan yang dimuntahkan di dalam anusku. Terasa sangat banyak dan mungkin saja akan meluap hingga keluar.

"Ohh.. oh.. oh.." desahnya.
Terengah-engah dia mengangkangi tubuhku. Bergetar tangannya menahan berat tubuhnya supaya tidak menindihku. Tetapi aku justru menariknya, hingga kini sangat rapat dan memang berat dengan batang kejantanannya masih di dalam anusku. Aku menikmatinya dan terasa lengketnya air mani yang kusemburkan tadi di tubuhnya kini juga menghiasi tubuhku.

Lama aku dan dia menikmatinya hingga dia akhirnya menggulingkan tubuhnya di sampingku tanpa melepaskan senjata cintanya dari anusku. Aku yang melarangnya. Dia mendekapku erat. Lalu mebisikkan kata-kata cinta.
"Hilman. Pengalaman terindahku dan pertama yang pernah kunikmati. Aku dulu hanya bisa mengocok atau sama bantal guling sambil nonton film gay. Thanks ya."
Dia mengecupku mesra. Aku memeluknya.
"Mas Bambang. Sebenarnya aku masih trauma setelah putus sama pacarku dulu. Aku takut Mas Bambang akan meninggalkanku sama halnya dengan dia."
"Jangan berpikir begitu sayang. Aku tidak seperti itu. Kau tahu aku kenapa belum juga kawin? Atau aku tidak melakukan dengan cowok mana saja? Karena aku justru mencari orang yang benar-benar sesuai dengan kemauanku. Kau buktinya. I love you, honey."

Aku semakin mempererat pelukanku. Sementara batang kemaluan dia yang sudah mengecil kembali terasa lepas dari anusku. Ada semacam kekosongan kini yang tadi terisi dengan barang ampuhnya. Dan saat itu aku membisikkan untuk menikmati babak kedua yang ingin kunikmati lebih seru dari tadi. Aku memutuskan untuk memesan Pizza saja sebagai makan siang daripada harus keluar dari ruang tidurku. Hari itu, aku dan Pak Bambang melakukan sex hingga empat kali sampai tengah malam. Seperti makan siang, makan malam pun kita pesan yang sama. Pizza.

Sejak saat itu setiap hari kita melakukan sex dengan keinginan masing-masing yang menggebu. Aku sangat mencintai Pak Bambang. Dan kini bayangan Yusuf yang mencari cowok belum disunat mulai hilang. Aku tidak mau tahu lagi, apa dia kini sudah mendapatkannya atau belum. I don't care.

Rabu, 03 Maret 2010

Toilet Sekolahku


Umur saya 18 tahun, saya punya pengalaman yang terjadi sekitar setahun yang lalu. Saat itu saya masih kelas 2 SMA di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Memang saya akui saya punya kebiasaan yang agak aneh dari kecil, yaitu suka sesama jenis. Ini mungkin dimulai sejak perceraian orangtua saya. Saat saya sedang membutuhkan figur seorang Bapak, hal itu tidak dapat memenuhi keinginan saya. Bapak saya terlalu sibuk dengan segala aktivitasnya, karena dia adalah seorang wiraswasta yang bergerak di bidang akademi dan sekolah tinggi.

Sejak kecil kami pun tidak pernah tinggal serumah baik dengan Bapak maupun Ibu saya, karena setelah perceraian kedua orangtua saya, Ibu saya memutuskan untuk melanjutkan studi ke Swiss, sedangkan Bapak saya berada di Makasar. Terpaksalah saya harus tinggal bersama Oma saya di Jakarta, dimana disinilah dimulai kejadian-kejadian yang sebelumnya belum pernah terpikir oleh saya.

Di sekitar bulan Juni tahun 2000, saya masih tercatat sebagai pelajar kelas 2 SMUN X Jakarta. Kebetulan di sekolah saya cukup terkenal dengan anak-anak basket yang cukup lumayanlah! Saya akui selain gemar nonton basket, saya pun suka dengan anak-anak basket yang bertubuh atletis. Dan karena itu, setiap pulang sekolah saya tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menonton kakak-kakas kelas saya yang sedang bermain basket. Setelah saya puas menyaksikan mereka, saya barulah tenang pulang ke rumah. Setibanya di rumah, saya pun jerk-off di kamar saya. Tidak pernah terpikir oleh saya kejadian yang sebelumnya hanya ada di benak saya dapat terwujudkan.

Saat itu sekolah sudah agak sepi, karena hari Senin dimana hari ini biasanya banyak anak yang membolos. Ketika saya baru keluar kelas, saya lihat ada anak-anak basket sedang bermain basket di lapangan yang tidak jauh dari kelas saya. Saya pun segera duduk manis di sekitar lapangan. Dan hanya beberapa orang yang menyaksikannya, mungkin dapat dihitung dengan jari. Akhirnya ternyata mata saya tidak dapat membohongi salah seorang kakak kelas saya, mungkin dia mulai curiga, karena setiap mengganti pakaiannya selalu ada saya di toilet. Permainan akhirnya usai setelah kurang lebih satu jam setengah saya duduk di samping lapangan.

Saya pun tidak merasa bosan menunggu selama itu, walaupun setiap habis menyaksikan itu, saya harus mengisi ulang pulsa handphone saya karena habis untuk menelpon semua teman saya atas apa yang sedang saya lihat.

Seperti biasa, saya menikuti si A, pemain favorite saya dan orang yang sudah mulai mencurigai saya. Saya lihat dia mulai membuka baju, saya sulit sekali menjaga perasaan saya yang memang sudah horny sejak dia bermain basket. Mata saya pun mulai membelalak lagi setelah dia hanya memakai celana dalam. Saat itu ada sekitar 3 orang lagi teman-temannya di toilet yang juga sedang ganti baju. Saya hanya berpura-pura mencuci wajah dengan facial wash yang selalu saya bawa.

Tidak lama 2 orang pun keluar, sedangkan saya masih berusaha berpura-pura sibuk dengan wajah saya dan berpura-pura mau ganti baju. Rupanya dia tambah yakin kalau saya sedang memperhatikannya. Tidak lama kemudian si A dan temannya keluar, saya pun agak kecewa. Tetapi kekecewaan itu hilang setelah si A kembali lagi ke toilet. Kagetnya bukan main saat melihat dia datang dan menatap mata saya. Saya hanya berdoa semoga dia tidak marah kepada saya karena sudah mengintip dalamannya.

Dia datang tepat di depan wajah saya dan berkata, "Ech, eloe anak kelas berapa sich..? Eloe anak baru yach..?"
Jantung saya berdetak tidak karuan mendengar suaranya.
Dengan suara yang agak gugup saya berkata, "Ngga, gue anak kelas 2, kebetulan gue baru masuk lagi sehabis operasi sinus di S'pore. Ngga lagi, gue suka aja ama permainan basket Eloe.."
Jantung saya rasanya terhenti ketika dia bilang, "Kayaknya yang Eloe perhatiin bukan permainan gue dech..!"
Saya tambah gugup lagi dan langsung saya jawab, "Maksud loe..?"
"Udah dech eloe jangan bohongin gue..! Gue tau kok orang macam loe ini..! Tapi lain kali tolong yach eloe jangan terlalu vulgar kalo ngeliat gue..!" katanya.
"Yach, uda dech gue minta maaf..! Emang gue suka ama permainan loe.." belum selesai saya ngomong, dia langsung berkata, "Ngga usah boong lagi, kalo mau liat..! Liat aja, tapi jangan eloe telen yach..?" kata yang keluar dari mulutnya dengan senyuman kecil.

Saya pun hanya diam tidak berkata mendengar kata-kata yang baru saja saya dengar.
Akhirnya saya berkata, "Eloe serius..?"
Dengan wajah yang menunjukkan kelaki-lakiannya, dia menarik tangan saya sambil berkata, "Sini kalo mau liat itu gue, ke dalem WC..!"
Tentu saja saya tidak mau melewatkan kesempatan itu. Oh God.., akhirnya saya dapat melihat 'barang' si A secara Live, barangnya sangat besar, bukannya lumayan besar (mungkin sekitar 17-18 cm), warnanya merah kecoklatnya diselimuti oleh bulu berwarna hitam pekat dan sangat lebat, membuat saya merasa sedang melayang-layang.

Saya rasanya sudah tidak tahan ingin menyentuh alat kelamin si A. Dengan kata terbata-bata, akhirnya keluar dari mulut saya, "Emang eloe ngga malu nunjukin itu ke gue..?"
Dengan ringan dia menjawab, "Ama loe aja kenapa harus malu..? Gue tau eloe doyan ini khan..?" katanya sambil mengarahkan tangan saya ke alat vitalnya.
Saya kaget bukan main saat itu.
"Kalo mau pegang, pegang aja lagi, ngga usah malu-malu.." katanya.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk memegang batang kejantanannya. Saya memegang sambil memijat kecil-kecil.
Dia memegang kedua tangan saya dan berkata, "Ternyata muka loe cute juga yach..! Gue baru nyadar kalo cowo bisa bikin horny juga..! Boleh gue cium bibir loe..?"
Rasanya seperti mimpi saat itu, dan saya segera mengarahkan bibir saya ke arahnya. Kami pun berciuman bibir. Saya keluarkan semua jurus ciuman saya mulai dari French kiss, British kiss dan kissing ala saya sendiri. Saya lihat matanya mulai meram-melek.
Tidak lama dia pun berkata, "Eloe mau isep ngga..? Gue belom pernah diisep ama cewe gue, well eloe mau ngga..?"
Rasa kaget dan senang bercampur aduk saat itu. Saya hanya menganggukkan kepala saya dan segera jongkok di bawah kakinya yang jenjang itu (tinggi badannya sekitar 180-an).

Saya mulai menghisap batang kelaminnya dengan lembut, saya sapu kedua kedua buah kemaluannya sambil saya kulum-kulum. Naik turun batang si A melaju di dalam mulut saya, saya keluarkan semua jurus maut saya yang diajarkan oleh Paman saya sewaktu saya duduk di bangku Elementary. Bau khas alat kelaminnya membuat imajinasi dan birahi saya memuncak. Saya lihat dia menikmati permainan yang saya suguhkan. Saya tidak tahan karena rasanya lubang belakang saya gatal, karena saya sudah lama tidak pernah anal sex semenjak partner sex saya (cowo juga) pindah ke negeri Ibunya di Holland beberapa bulan sebelum kejadian ini.

Saya buka celena abu-abu (saya masih memakai seragam), saya arahkan alat kelaminnya ke lubang saya. Saat itu dia sepertinya agak khawatir, mungkin karena dia berpikir mustahil batangnya dapat masuk ke lubang saya. Saya hisap kedua putingnya sambil saya jilat semua tubuhnya. Saya mengambil posisi, saya berdiri ke arah tembok, dan dia mulai memasukkan batangnya ke dalam lubang saya.
"Oouuhh.. sakiitt..!" walau sudah saya lumuri batangnya dengan air liur saya.
Serangan pertama akhirnya gagal, saya coba mengatur pernafasan saya, saya kembali arahkan batangnya ke lubang saya. Keringat mulai mengguyur kami berdua.

"Oouu.." teriak saya.
Akhirnya masuk juga sebuah batang besar yang berdenyut-denyut di dalam lubang saya. Agak sakit, tetapi sakitnya hilang setelah melihat wajah si A yang sangat tampan. Mulai digerakkan alat kejantannya di dalam lubang saya, sangat lembut dan bobotnya memenuhi diameter maksimal lubang saya. Gerakan makin dipercepat. Denyutan di lubang saya semakin terasa.

"Ouuhh.., gerakin terus, ayo lebih cepet donk..!" ujar saya.
Gerakannya dipercepat, batangnya dengan mudah keluar masuk ke dalam lubang saya. Keringatnya jatuh menetes di tubuh saya, dan saya hisap keringatnya yang keluar dari tubuhnya.
Tidak lama dia berteriak, "An.., Gue mau come nich..? Gue uda ngga tahan..!"
Saya hanya senyum melihat wajahnya, dan tidak lama, "Aachh.. Niccee..!" desahnya di telingaku. Dia mencium pipi kanan dan kiriku.
Dan berkata, "Thanks yach.., enak banget and sorry kalo gue horny abis..! Gue ngga nyangka gue bisa juga come ama cowo juga..! Tapi jujur enak banget..! Eloe ngga marah khan ama gue..? Kapan-kapan kalo gue mau gimana donk..?" katanya sambil tertawa cengengesan.

Segera kuberikan nomor handphone dan nomor telepon kamarku. Kami akhirnya sama-sama membersihkan tubuh.
Dan sebelum kami berpisah, dia mencium keningku sambil berkata, "I'll calling u tonite and see you tomorrow yach..!"
Saya hanya tersenyum karena rasanya saya sudah cukup lelah, terlebih harus menghadapi macet di sekitar Grogol, karena rumah saya di sekitar Daan Mogot.

Sampai di rumah, saya hanya termenung memikirkan apa yang telah terjadi baru-baru ini. Malamnya dia telpon saya, dan kami 'nge-date' bareng ke plaza Senayan. Akhirnya si A, si cowok normal itu menjadi 'sephia'-ku. Kami pun sama-sama merasa saling memiliki saat di sekolah, dan tidak ada yang tahu tentang apa yang sudah kami lakukan. Sayangnya hubungan kami harus putus karena dia harus melanjutkan sekolahnya ke Sydney, dan sekarang ini saya sedang berada di Sydney berliburan lulus-lulusan dengan si A. Tetapi sayangnya kami sekarang sudah seperti kakak beradik, jadi kami tidak melakukan apa-apa di sini. Hehehe.. hanya sekali saja, karena malam itu kami sama-sama sedang mabuk.

Selasa, 02 Maret 2010

Anak Boss ku


Aku mengenal Revo sebagai anak boss-ku. Dia sering main ke kantorku sambil menjemput bapaknya pulang. Oleh karena itu aku sering melihatnya di kantor, entah sedang membaca koran sambil menunggu bapaknya, atau ngobrol dengan anak buahku yang tentunya juga anak buah bapaknya. Selama itu hubungan kami biasa-biasa saja, maksudnya tidak lebih dari sekedar saling tegur kalau aku keluar ruangan. Biar bagaimanapun aku harus berbasa-basi juga dengan anak boss. Tidak pernah lebih dari itu. Maklumlah, aku merupakan orang yang tidak terlalu mudah akrab dengan orang lain.

Namun ceritanya jadi lain ketika ternyata belakangan ini Revo membuat perusahaan dengan teman-temannya dan berniat jadi rekanan di kantorku. Sebagai anak boss, tentu aku harus membantunya. Apalagi boss-ku sudah menitipkan Revo kepadaku supaya membantu Revo, termasuk memberi order pekerjaan kalau ada. Alasannya ingin mempersiapkan Revo supaya bisa mandiri, sebab ayahnya akan memasuki masa pensiun 8 bulan lagi. Sebenarnya dalam hati kecilku, aku merasa janggal dan tidak enak hati. Kok di jaman reformasi seperti ini masih ada yang berniat KKN dengan memasukkan anaknya jadi rekanan. Tapi yah sudahlah, dengan tulus kubantu mengurus ini dan itu.

Karena sering mencari informasi, kami jadi sering bertemu dan ngobrol. Apalagi Revo sepertinya tipe anak papi yang segala sesuatunya minta diurusi dan dibantu oleh orang lain. Jadi setiap ada kesulitan pasti masuk ke ruanganku dan tanya ini itu. Hal inilah yang membuat kami menjadi lebih dekat. Apalagi dia memanggilku dengan sebutan mas. Memang umurnya hanya 3 tahun di bawahku.

Sejak menjadi rekanan, aku mulai sering memperhatikan penampilan Revo mulai berubah, mulai rapi dan sering berdasi, membuat penampilannya menjadi lebih menarik dan ganteng. Namun tetap saja kesan sebagai anak papi tidak bisa ditanggalkan.

Suatu ketika, saat jam istirahat siang, aku masih asyik di ruangan kerja. Aku memang selalu makan siang di ruanganku sendiri, tidak ke kantin seperti yang lain. Jadi suasana kantor sepi. Jam-jam seperti ini biasanya kumanfaatkan untuk membuka situs-situs gay di internet. Monitor komputer memang kutempatkan di sisi kiri, sehingga posisi pintu masuk ke ruang kerjaku menjadi berada di belakangku dan untuk melihat siapa yang masuk, aku harus membalikkan badan. Suasana kantor yang sepi membuatku begitu asyik sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Revo di ruangan kerjaku. Aku masih terus asyik melihat gambar cowok-cowok bugil sampai aku tersadar dan kaget ketika tiba-tiba Revo berbicara, "Wah asyik tuh Mas gambarnya, ada yang lain tidak?"

Deg.. jantungku serasa copot mendengar suara seseorang yang ternyata sejak tadi ikut nimbrung melihat situs-situs yang kubuka. Aku tidak tahu sudah berapa lama Revo ada di ruanganku, namun yang jelas aku jadi salah tingkah karena takut ada yang tahu siapa aku sebenarnya.

Kubalikkan badanku dan terlihat Revo berdiri di depanku di sisi meja sambil terus melihat ke layar monitor. Melihat ekspresinya yang sepertinya ikut menikmati, aku mulai menguasai diri dan mencoba bersikap tenang meskipun dadaku masih berdebar karena kepergok oleh orang lain.

"Ehm.. Revo.. ehm.. kamu udah datang.. eh udah lama?"
"Mas, senang liat gambar-gambar begini?"
Aku tidak bisa jawab ya atau tidak, tapi kujawab saja sekenanya, "Ehm.. kebetulan aja.. lagi iseng.. Vo.."
"Mas, coba liat gambar yang tadi.." pinta Revo ketika melihat gambar 2 orang cowok yang sedang action di layar monitor. Untuk memperjelas penglihatannya, Revo membungkukkan badannya ke arah monitor, menyebabkan wajahnya hanya beberapa centi dari wajahku. Kuperhatikan wajahnya dari samping, pipinya yang mulus, hidungnya yang agak mancung dan bibir yang mungil. Hal ini membuatku bergairah, dan tiba-tiba saja entah apa yang mendorongku, kuelus pipinya sambil sedikit mendorong lebih dekat ke wajahku. Kuelus tangan kirinya yang berada di kursiku dan kucium pelan pipinya.

Revo masih asyik dan karena terpesonanya melihat gambar cowok-cowok yang sedang berhubungan, ia tidak menyadari apa yang kulakukan. Kudekatkan hidungku ke telinganya, menyebabkan udara panas dari hidungku menerpa telinganya, sambil berguman pelan, "Daripada liat gambar, mending ngelakoninya, Vo.."

Rupanya Revo mendengar ucapanku, menyebabkan ia menoleh ke arahku, dan wajahnya tepat di depanku. Dengan badan yang masih membungkuk dipandanginya mataku dan tanpa ada yang memberi komando, tiba-tiba saja bibirnya sudah menyentuh bibirku. Saat itu juga entah magnet apa yang menarik kita berdua dalam ciuman lembut, ciuman pertamanya yang tak akan pernah kulupakan, kubalas ciumannya dengan penuh nafsu.

Aku sudah tidak peduli lagi siapa Revo dan segala resiko yang harus kutanggung bila ada yang melihat kejadian itu. Bibirnya memagut bibirku dan kami saling berciuman dengan lembutnya. Kupermainkan lidahku di mulutnya, dan ia membalas walau masih dengan rasa ragu. Namun perlahan ia mulai terasa rileks. Cukup lama kami saling mempermainkan lidah, ciumannya tak lepas dariku, aku menikmati Fench kiss itu.

Aku mencoba bangkit dari dudukku. Kubaringkan dirinya di atas mejaku sambil terus memeluknya. Belaian lidahnya di dalam mulutku, kurasakan geloranya, dan dia semakin menggila dengan permainan bibirnya. Aku melihat dia begitu menikmati ciuman itu. Bibir dan lidahnya yang berdansa dalam mulutku, Aku mulai membuka dasi dan kancing bajunya, tangannya yang halus digosokkannya ke tubuhku, aku kegelian dan menikmati kegelian itu. Aku mulai memainkan lidah di tubuhnya, di telinga, di leher, di puting susunya, kuhisap, begitu lembutnya. Aku begitu menikmati tubuhnya. Kulihat kesabaran dirinya, untuk tidak langsung ke bagian lain. Ia menikmati jilatan itu. Ia sudah begitu horny dan hampir mencapai puncaknya. Revo mencoba untuk membuka pakaianku, tetapi akal sehatku segera sadar apa yang telah kami lakukan dan di mana kami berada. Aku mencoba menahan tangannya, "Jangan.. Vo", kataku sambil tersengal, "Nanti ada yang lihat.."
"Mas, kunci pintunya.." pintanya memohon dengan mata yang penuh pengharapan.
"Mas.. oh.. Mas.. Teruskan.." dia masih terus mendesis menahan birahi yang terus memuncak.

Aku tidak tega melihat wajahnya. Kutarik tangannya untuk berdiri dan membimbingnya perlahan ke sofa di sudut ruang kerjaku. Kami berjalan sambil terus berciuman. Kubaringkan tubuhnya di sofa. Untuk memastikan rasa aman, kukunci pintu ruang kerjaku, dan kugantung gagang telepon sehingga kami tidak terganggu dengan dering telepon yang masuk. Paling tidak, orang di luar pasti mengira aku masih on line.

Setelah kurasakan aman, kami langsung mulai. Sekarang kami bebas. Kami duduk di sofa. Tanganku meraba paha Revo. Dan tangan Revo kurasakan di pahaku juga. Sekarang tak usah berbicara lagi. Sekarang tak usah memikirkan lagi apa yang sebaiknya dilakukan. Semuanya sekarang dikendalikan emosi kami. Sambil saling meraba paha, kami saling menatap dengan mata. Dan tiba-tiba bibir Revo mendekati bibirku lagi. Seperti tadi di atas meja, lidah kami saling mengulum. Saya jatuh ke belakang, sekarang saya berbaring di sofa, kepalaku berada di atas lengan kursi. Badan Revo di atas badanku. Lidahnya di dalam mulutku. Tanganku mulai meremas pantatnya lagi. Sayang sekali, dia masih memakai celana. Aku ingin sekali meremas pantatnya yang sekal.

Tetapi sebelum aku mulai melepaskan pakaian Revo, aku yang lebih dahulu ditelanjanginya. Dia membuka dasi dan kemeja yang kupakai. Sekarang aku telanjang dada. Revo ternyata terangsang melihatku begitu. Ia meraih kepalaku dengan kedua tangannya, dan menciumi setiap jengkal daging wajahku, aku menggeliat saat ia menjilat kuping dan tengkukku, tangannya terus ke bawah dan mencoba meraba batang kemaluanku. Nafasnya kuat sambil lidahnya turun dari mulut lewat leher ke dadaku. Tiba-tiba bibirnya sudah ada di puting susuku. "Wah.. enak sekali rasanya.." saya mulai merintih.
"Oh.. eh.. oh yah.. mhm.. oh, Revoo.."

Revo tidak berhenti. Dia terus menjilat putingku, menggigit sedikit dilanjutkan dengan menjilat dadaku. Akhirnya lidahnya turun ke bawah lagi. Dia membuka celana panjang yang kupakai. Sekarang aku hanya memakai celana dalam saja. Revo membukanya sedikit, hanya sedikit. Bulu kemaluan di pangkal batang kemaluanku sudah kelihatan. Bulu kemaluan itu dibasahinya dengan lidahnya.

Wah, ternyata Revo tahu bagaimana caranya untuk merangsang cowok. Selama ini saya kira dia masih naif, paling tahu bagaimana main sendiri. Ternyata dia pintar sekali. Umurnya baru 25, tetapi pengalamannya pasti sudah banyak.

Tetapi bagus juga kalau begitu, enak juga menikmatinya. Aku merasa sebentar lagi dia akan melepaskan celana dalamku. Pasti dia ingin melihat batang kemaluanku yang sedang tegang. Oh, aku hampir tak sabar lagi. Kapan dia akan membuka CD-ku? Belum lagi! Sekarang lidahnya pindah ke pahaku, dijilatinya, dan.. wah, lidahnya masuk ke bawah celana dalam, biji kemaluanku dijilatinya juga.

Kini lidahnya di buah pelirku. Enak sekali rasanya! Aku merintih lagi, merenggangkan paha, dan mengangkat pinggul. Sejak mulai main, kami belum berbicara lagi. Tiba-tiba Revo mengangkat kepala. Aku mendengar suaranya, "Mas, sekarang Revo ingin melihat lagi apa yang tersembunyi di sini!" Dan sambil tersenyum, dia melepaskan celana dalamku. Sekarang aku bugil. Telanjang bulat. Batang kemaluanku yang tegang dan keras kelihatan.

"Sekarang tak ada yang tersembunyi lagi", kataku.
Revo tidak menjawab. Revo memang tidak bisa menjawab. Beberapa detik setelah melihat kemaluanku, dia mulai mengulumnya. Batang kemaluanku hingga pangkalnya berada dalam mulutnya. Aku bergoyang dengan pinggulku. Lidahnya terasa di kepala batang kemaluanku. Aku benar-benar menikmatinya. Sambil mengulum batang kemaluan, Revo membelai biji kemaluanku dengan jarinya. Dan karena aku merenggangkan paha lagi, jarinya pelan-pelan ke bawah lagi. Wah, sekarang jarinya di antara pahaku, sekarang sudah di pantat.

Pada saat itu aku merintih kuat, "Ooh.. ehh.. yaah.. Revoo." Karena aku merintih kuat, dikiranya aku sudah menjelang orgasme. Dia berhenti mengulum batang kemaluanku. Sekarang dia menjilatinya, mulai dari kepala terus sampai pangkalnya terus sampai biji kemaluan. Dan jarinya selalu berada di pantatku.

Memang enak sekali dilayani begitu, tetapi aku ingin bekerja juga. Aku mau melihat Revo dalam keadaan telanjang bulat juga. Makanya aku duduk dan membuka bajunya.

Revo hanya tersenyum. Matanya menatapku. Wah, kalau dipandang begitu, jantungku berdebar lebih cepat lagi. Sebelum batang kemaluannya, aku ingin menikmati putingnya, kemejanya kubuka kancing demi kancing. Revo hanya diam melihat kemejanya ditanggalkan, dia menurut saja. Dadanya yang putih dihiasi putingnya yang tegang berwarna coklat tua. Putingnya kukocok, hingga makin keras.

Sekarang Revo telanjang dada. Seksi benar badannya. Aku langsung mulai menjilati dadanya. Sekarang aku menjilati putingnya. Dan ternyata dia menikmatinya juga. Makanya aku lama bermain di putingnya. Tetapi aku ingin menjilati semua badannya, bukan hanya dadanya saja. Makanya lidahku turun ke bawah lagi, ke perut. Sambil perutnya kujilati, tanganku membuka celananya. Revo membantuku membukakan kancing celananya dan memperlihatkan batang kemaluannya setengah tegang di balik CD putihnya. Bau khas cowok mulai tercium, membuatku tidak sabar untuk melihat isinya. Celana panjangnya dijatuhkan ke lantai sekarang dia hanya memakai CD, pantatnya yang gembul membulat tercetak oleh CD-nya. Sekarang Revo hanya pakai celana dalam. Ada yang menonjol di dalam celana ini. Tentu aku ingin melihatnya.

Tetapi ada yang lain yang ingin kulihat lebih dulu. Makanya kuminta Revo menelungkup. Baru sekarang aku melepas celana dalamnya. Wah.. bagus sekali pantatnya. Aku sangat terangsang melihatnya.

Tanganku langsung mulai meremas-remas. Revo merintih nikmat sambil bergoyang-goyang dan sambil merenggangkan kedua pahanya lebar-lebar biar semua bisa kulihat biji kemaluannya, bulu-bulu di belakang bijinya, lubangnya, semua kelihatan. Tanganku meraba-raba pantatnya, jariku membelai buah kemaluannya dari belakang, dan lidahku sibuk juga di bijinya dan di pantatnya sampai nafasnya makin lama makin berat karena menahan nafsu.

Sekarang Revo merintih seperti yang kulakukan tadi, "Ooh, eeh, Mas, teruus, mmh.. enak.. jangan berhentii.. teruus!"
Ternyata dia paling suka merasakan lidahku di pantatnya dan di lubang pantatnya. Tetapi aku mau melayani bagian badannya yang lain juga.

Kubalikkan badannya, batang kemaluannya tegang dan keras. Bagus bentuknya, kepala batang kemaluan yang besar dan merah, pangkalnya yang panjang, biji kemaluannya, rambut kemaluan yang belum begitu lebar. Kulit Revo memang halus dan bersih dan itu yang aku sukai.

Melihat semua itu, nafsuku tak bisa dikendalikan lagi. Aku langsung mulai mengulum batang kemaluannya. Pada saat batang kemaluannya masuk ke mulutku, badannya gemetar. Kuputar lidahku mengelilingi kepala batang kemaluannya. Kemudian aku berhenti di bagian lubang maninya, dan kumainkan lidahku di lubang itu. Tak kusangka ternyata dia mengalami kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, sehingga dia menggelinjang kenikmatan dan mengeluarkan lenguhan yang tertahan. "Oooh.. enak sekali.. Mas, teruus, kuatlah, ooh.." batang kemaluannya sampai pangkalnya di dalam mulutku. Sambil mengulum kemaluan, aku melihat perutnya yang bergoyang, aku merasakan kedua kakinya di atas pundakku.

Supaya Revo tidak terlalu cepat mencapai puncak nikmatnya, aku berhenti dulu. Sekarang aku menjilati batang kemaluannya. Lidahku mulai di kepala batang kemaluannya, turun ke bawah, ke biji pelirnya antara pahanya. Kemudian ke atas lagi. Batang kemaluannya kucium lagi pucuknya kemudian masuk ke mulutku, kuhisap dengan sekuat tenaga dia menggelinjang dan melenguh dengan suaranya yang serak-serak basah. "Oouugghh.. sstt.. sshh.. aakhh.."

Aku semakin bernafsu menghisapnya hingga basah. Revo menggeliat-geliat kenikmatan. Revo terlihat mengejang, tangannya meremas-remas rambutku. Nampaknya dia akan mencapai klimaks. Dadanya turun naik menahan nafsu yang memuncak, "Mas.. aku mau keluar.."

Aku terus mengulum batang kemaluannya, 5 menit berlalu sampai pertahanannya runtuh dan menyemburkan mani. Semburan air maninya memancar kuat beberapa kali. "Crot.. crot.. crot.. crot.. crot.." Kutelan spermanya dengan beberapa kali tegukan sambil terus menjilat batang kemaluannya hingga bersih. Setelah mereda, ia terdiam beberapa saat menikmati sensasi itu.

Kupeluk tubuhnya, namun tangannya segera meraih batang kemaluanku, tubuhnya membungkuk dan mulutnya diarahkan ke batang kemaluanku. Rupanya ia ingin memuaskanku juga. Entah berapa lama dia terus mengulum dan menjilat batang kemaluanku yang sedari tadi tegang. Aku semakin hanyut dalam kenikmatan. Dibelainya batang kemaluanku dengan lidahnya, dijilatinya. Aku senang sekali, kemudian dia mengangkat panggulku, sehingga kakiku ke atas membentuk huruf V, dimainkannya lidahnya di selangkanganku. Dijilatinya batang kemaluanku, anusku, tempat yang paling sensitif yang enak sekali kalau disentuh dengan lidah. "Akhh betapa nikmatnya, aku senang sekali".

Mulutnya kembali ke batang kemaluanku, mungkin karena ia begitu pandai memainkan lidahnya atau karena ada sedikit rasa khawatir karena kami melakukannya di kantor, tidak berapa lama kemudian aku mulai merasakan desakan air maniku untuk segera keluar. Kutahan suaraku agar tidak terdengar ke luar ruangan. Dan batang kemaluanku segera memancarkan cairan kenikmatan yang sejak tadi kutahan untuk keluar. Revo menjilati batang kemaluanku dan menelan spermaku dengan lahapnya. Dia masih terus menjilati batang kemaluanku hingga bersih.

Aku kemudian bangkit dan membereskan pakaianku yang sudah tercampak di lantai. Tidak banyak waktu yang tersedia untuk menikmati sisa-sisa kenikmatan karena sebentar lagi jam istirahat siang yang hanya satu jam hampir habis. Revo juga mengikuti tindakanku sambil sesekali dia memandang ke arahku sambil tersenyum.

Sejak saat itu, aku dan Revo semakin akrab. Namun kuingatkan dia agar bisa menjaga tindakannya di kantor supaya tidak ada yang curiga. Ada perasaan khawatir yang muncul mengingat dia adalah anak boss-ku. Kalau boss-ku tahu, entah bagaimana kondite-ku nanti pada saat penilaian hasil kerja. Namun perasaan itu segera terpupus setiap kali Revo datang. Dia begitu manis untuk ditolak. Namun aku juga tidak begitu bodoh untuk melakukannya di kantor lagi. Kami cari tempat yang aman. Lagi pula, kupikir, toh boss-ku 8 bulan lagi akan pensiun. Berarti tidak lama lagi status Revo bukan lagi anak boss-ku. Kupikir, pandanganku ini hanya untuk pembenaran tindakanku saja.
 

Sample text

Sample Text


ShoutMix chat widget

Sample Text