Social Icons

Jumat, 22 April 2011

Hipotesa


Dengan tergesa-gesa aku merapikan lembaran kertas kerja yang baru saja kuselesaikan. Di ujung pintu, IF, tersenyum berdiri menanti diriku.

"Hai, bagaimana perjalanannya tadi, macet kah? Aku berkemas-kemas dulu ya?" Sahutku membuka pembicaraan.
"Biasa, Surabaya. Tanpa macet, bukan Surabaya namanya" kata IF sambil berjalan masuk dan melihat-lihat tampilan foto-fotoku yang tergantung di dinding.
Asal tahu saja, aku senang di foto. Untuk menyalurkan hobby ini, aku sudah membuat beberapa portofolio berisi kumpulan foto-fotoku dalam berbagai pose. Masing-masing dalam satu tema. Agar tambah gaya, ada beberapa foto yang kubuat seolah cover majalah. Selaksa penampilan seorang model terkenal. Kuberi pigura dan kugantung di ruang kerjaku.

He..he..he.., lucu juga ya? Kadang aku tertawa sendiri apabila mengingat hal ini. Tapi percayalah, aku belum gila hanya karena aku terlanjur tertawa sendiri. Begitu juga untuk ikut ke terjun ke modelling. Tidak, aku belum punya pikiran ke arah itu. Selain pada dasarnya, aku memang tidak suka dengan kesan gaya hidup yang dicitrakan profesi kelompok itu. Namun, tidak tertutup kemungkinan pandanganku akan berubah nantinya.
Nah, foto dengan baju baju merah itu, aku paling suka. Kau bisa melihat model jambulku seperti penyanyi Tony Curtis, penyanyi tahun 50-an. Kalau sekarang ini bisa dimisalkan seperti penyanyi Ricky Martin. Awalnya, aku kaget juga melihat hasil pemotretannya. Aku bisa terlihat seperti itu, cute and boys banget. Pantes saja, IF, kekasihku, sangat kesengsem dengan foto itu. Karena itu, kemarin aku kirimkan lembar copy pic tersebut kepadanya.

Sebenarnya, aku terlahir sebagai seorang yang pemalu dan introvert. Sejak kecil sampai saat ini, aku belum pernah bisa untuk memulai sekedar suatu percakapan ringan sekalipun kepada orang yang belum kukenal. Bahkan untuk ucapan kata pembuka suatu perhubungan antar pribadi. Seperti, misalnya, ucapan kata "Hai.., apa kabar?".
Oleh sebab itu, banyak pihak yang kemudian menganggapku sebagai seseorang yang sombong dan dingin. Untuk membuat pledoi bahwa anggapan itu tidak benar, aku tidak punya cukup nyali. Konsekuensi dari hal ini adalah sedikitnya kawan atau sahabat yang kumiliki.

Sampai akhirnya aku bertemu dengan IF, seorang fresh graduate muda berbakat. Aku mengatakannya demikian, sebab aku telah terpikat, tidak hanya oleh tutur kata dan sikapnya yang elegant namun juga oleh pemikirannya yang brillian. Selain juga oleh bentuk fisik dan tampilan rupa yang menawan.

Tidak munafik, kesempurnaan sosok tubuhnya merupakan pelengkap akumulasi potensi pada dirinya. Didasari keinginan kuat untuk mengenal dan mendapatkan IF–lah yang membuatku mampu melepaskan himpitan rasa malu dan perasaan introvet-ku. Sehingga aku tidak sekadar berhasil mengenalnya. Bahkan menjadikannya sebagai belahan jiwaku, kekasihku.

Aku dapat menghabiskan waktu bersamanya dengannya tanpa terasa. Dari bermula diskusi soal cita-cita, politik, budaya, arsitektur, hingga soal culinary, busana, dan asmara. Duiele.., segitunya. Tapi bener loh, dari IF aku jadi belajar banyak. Kisah ini hanya penggalan pengalamanku dalam baku asmara dengan IF.

Awalnya, aku bertemu IF dalam liburanku di San Moreno, Italia. Kota berhawa sejuk pegunungan, seperti pucak pass, batu, atau bukit tinggi-nya Indonesia. Memang, untuk pilihan tempat, aku lebih menyukai sesuatu yang tidak terlalu ramai, seperti misalnya Milan, atau Roma yang sangat metropolitan itu. Ternyata, IF pun punya selera sama dalam memilih tempat berlibur. Karena itulah kami dapat berkenalan dan berlnajut sampai saat ini.
Setelah menerima pecahan lira sebagai uang kembalian cappuccino yang kami minum, aku mengundang IF bertandang ke caravan-ku. Aku memang, sengaja, membawa caravan sendiri yang aku tinggalkan di camping ground (aku lupa nama tempatnya), yang banyak terdapat di Italia dan juga negara-negara Eropa lainnya.

Dalam mengisi vakansi aku memang senang bepergian dengan menyewa caravan. Meski agak repot, namun aku dapat menikmatinya. Sebab bisa berhenti disembarang tempat yang aku suka. Yang lebih penting, aku bisa bersikap just the way I am. Seperti apa adanya. Mengalir begitu saja. Sama keadaanya seperti ketika kau pertama kali mengenal IF. Meski aku harus berjuang keras mengalahkan rasa malu dan debar-debar saat pertama kali sayang hello to him. Sekadar alasan pembuka percakapan saja. Dan, ternyata I made it.

Tinggal di areal perkemahan (camping) merupakan salah satu pilihan gaya liburan yang cukup populer di negara-negara Schengen. Tarif sewa kapling, tidak jarang, menyamai rate kamar hotel berbintang. Harga yang harus dibayar hanya untuk sekedar retribusi lokasi parkir caravan dan mobil, dua titik stop kontak untuk mendapatkan arus listrik serta pemakaian fasilitas kamar mandi dan dapur umum sesuai jumlah orang yang ikut.

Dalam perjalanan pulang ke camping ground, kami singgah ke supermaket. Selain untuk berbelanja, juga untuk membeli vaginal lubricating jelly dan kondom. Aku tidak membawanya. Sebab, aku tidak berfikiran dalam perjalanan ini akan ketemu dan menjalin cinta dengan seseorang. Apalagi yang seperti IF.

Terus terang, aku sangat pemilih dan memang tidak mengira akan bertemu seseorang seperti dia. Hal ini, aku lakukan sebagai concern-ku terhadap sex safe, saja. Lain tidak. Oh ya, vaginal lubricating jelly, sebenarnya, hanya merupakan cairan bening. Tidak berwarna dan tidak berbau. Mirip seperti odol. Fungsinya untuk melumasi liang vagina agar tidak terlalu kering dan menyebabkan rasa sakit pada saat penetrasi penis ke dalam vagina. Aku biasa menggunakannya untuk melumuri penis dan permukaan asshole apabila sedang ingin melakukan hubungan anal. Selain berfungsi sebagai disenfektan, juga mereduksi bau tak sedap, dan tidak menimbulkan rasa panas pada penis atau liang dubur. Berbeda halnya apabila menggunakan hand body lotion, shampo atau minyak jelantah bekas pakai menggoreng ikan peda.

Tanpa peralatan itu pun sebenarnya juga tidak apa-apa. Namun, entahlah alam bawah sadarku selalu mensyaratkan hal itu, walau dalam praktek, malah sering tidak terpakai. Apalagi kalau sudah terlalu bernafsu. Seperti ketika aku bersama IF. Untungnya, IF, juga mengerti dan tidak tersinggung karenanya. Sebab, ada juga yang merasa tersinggung ketika aku menyarankan penggunaan kondom pada anal intercourse.

Setelah menyimpan semua barang belanjaan di dalam caravan, aku menyiapkan makan malam. Dan IF membantu menata meja. Selesai dengan pekerjaannya, kemudian IF pergi ke pemandian umum untuk bersih-bersih badan, sementara aku menyelesaikan masakan. Begitu IF datang mengambil alih pekerjaanku, menyiapkan makan malam, aku pergi mandi.

Usai mandi aku melihat meja sudah tertata rapi, dengan satu botol wine di sana. IF duduk seraya tersenyum penuh arti menatapku. Aku membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Denting gelas wine mengakhiri rangkaian makan malam di dalam caravan.

Di luar, kulihat lampu taman sudah mulai menyala. Pertanda hari beranjak gelap. Setelah mengecek keadaan di luar dan menutup vitrage dan mengunci pintu caravan, kami melanjutkan mengobrol.

Sampai kemudian, aku tidak tahu entah siapa yang memulainya, karena saat sadar, ternyata, kami sudah saling berpagutan dan melumat. Desah romatis suara IF makin membuatku bergairah. Kutelusuri leher belakang dan daun telinganya dengan sapuan basah lidahku. Membuat badannya jadi menggelinjang meliuk-liuk.

Tanganku merayap menelusup di balik t-shirt yang dikenakannya. Kuremas-remas dadanya yang gempal. Terasa olehku puting susunya yang mengeras. Kupermainkan puting itu dengan jepitan lembut jemariku. Desah suaranya yang parau adalah isyarat ia telah terbakar panasnya api percumbuan pembuka.

IF menjulur-julurkan lidahnya ke atas langit-langit mulutku yang segera pula kusambut dengan hisapan kuat pada ujung lidahnya. Kulihat mata IF mengerjap-ngerjap.
Kami saling melumat dan memagut. Satu satu pakaian yang melekat mulai terlepas dari tubuh. Harum alami tubuh IF, ditunjang oleh bentuk badanya yang padat 175/65, membuatku semakin hilang akal dan pikiran.

Bagai kucing liar yang kelaparan aku menjilati tubuh IF yang tergolek bugil dihadapanku. Kusedot-sedot puting susu IF seraya meremas-remas dadanya. Kuhirup aroma khas rerimbunan bulu rambut di bawah lengannya dengan sesekali menjilat dan menggigit sambil terus menggosok-gosok penisnya membuat IF tersengal-sengal menuju ke titik tujuan.

Kembali ku lumat bibirnya dan kuhisap saliva dari mulutnya sambil tanganku bergerilya ke sekujur tubuhnya makin membuat tubuh IF memanas terbakar. Butir-butir keringat terlihat muncul dan jatuh bergulir menggenangi lekuk-lekuk tubuhnya.

Perjalanan menyeberangi lautan birahi membawaku ke titik episentrum ketika menyaksikan batang kemaluan IF yang berdiri tegak menyeruak dari kerimbunan pubic-nya yang hitam ikal dan lebat. Memberikan kontras pemandangan yang bagus dengan kulitnya yang putih bersih. Thanks God, kau berikan aku seseorang yang sangat sempurna.
Dengan rakus kupermainkan glans dan batang penisnya lewat sapuan dan belitan lidahku. Kedua tanganku dengan jalang bergerak berpindah-pindah tempat dari satu titik rangsang ke titik yang lainnya. IF semakin meracau, mendesis-desis dan menggelinjang tak tentu arah.
Ketika ujung lidahku singgah dan beranjangsana di bibir asshole-nya, IF, sempat terkejut.

Mungkin, ia tidak mengira aku akan berlaku sejauh itu. Kulihat cara ia menatapku dengan penuh keheranan. Namun itu hanya berlangsung sebentar. Karena tak lama kemudian, ia bahkan melebarkan bukaan kedua pahanya. Memudahkan aku mengendus aroma khas, menggapai dan menelusuri lebih dalam lorong cintanya. Desah dan lenguhan suaranya bersahutan dengan bunyi degup jantungku.

Hingga akhirnya, aku tersentak ketika tangan IF tiba-tiba mencengkram erat kepala dan bahuku seraya tubuhnya terguncang hebat. Terasa olehku penisnya yang berdiri tegak bagai tiang pancang yang dipakukan ke bumi dalam pembuatan bangunan dengan konstruksi beton bertulang menyemburkan lahar cinta dari liang kepundannya. Pada saat itu, semua hitungan persamaan matematis diferensial integral, hilang berantakan, kecuali teori relativitas-nya Albert Einstein.

Aku hampir saja tersedak oleh derasnya pancaran air mani yang keluar dari ujung penisnya, yang kemudian, segera kusambut dengan refleks kenyot dan sedotan pada glans-nya yang memberi efek sensasi empot-empotan serasa lilitan vagina dalam persenggamaan hetero.
Dengan limbah residu peluh yang bersimbah di kening dan dadanya, IF masih terbaring terlentang.

Setelah menempuh perjalanan panjang mengayuh bahtera syahwat. Kedua tangan IF terlipat di bawah kepalanya. Memberikan pemandangan indah savana warna jelaga di belahan lengannya yang kokoh. Pubic-nya yang tumbuh berserak di sekitar selangkangan, bagaikan lukisan alam naturalis. Tumbuh seperti apa adanya. Tanpa sentuhan guntingan dan baluran wewangian artificial yang beku dan palsu.

Aroma tubuh alaminya mengundang diriku untuk menghirup wangi kesegaran IF. Senyum dan tatapan mata IF selaksa pelangi yang berpendar disekelilingku. Bibir IF yang merah merekah ditingkah oleh larikan gurat hijau dari kumis dan jenggotnya yang tercukur menjadikan kesempurnaan ciptaan ilahi.

Dengan lembut kusapu dengan ujung lidah basahku bongkahan bibir IF yang membuka. Dada ini menjadi serasa sesak oleh suatu perasaan yang tidak terlukiskan dengan kata-kata. Kecuali kemaluanku semakin menegang menginginkan suatu penyelesaian.

Kurasakan tangan IF menggapai dan menjelajahi lekuk tubuhku. Aku memejamkan mata menikmati setiap titik persentuhan. Aku menggelinjang ketika lidahnya memainkan puting susuku. Bermain-main di leher, dada, lengan dan perut. Kemudian perlahan turun hingga melumat habis batang kemaluanku. Wajahnya bergerak maju mundur ke arah selangkangan memberikan blow job/felatio/sepongan untukku.

Selanjutnya kami mengubah posisi badan menjadi body contac. Dengan keadaan bugil ini berpelukan menjadi semakin menggairahkan. Dua batang kemaluan yang sudah keras saling bergesekan memberikan sensasi kegelian yang nikmat. Begitu pula dengan gesekan-gesekan yang terjadi antar pubic kami memberikan efek getar listrik yang semakin membakar semangat.

Mulut kami bersentuhan saling memuntahkan hasrat melalui juluran dan hisapan lidah. Tidak ada lagi kesantunan atau kebimbangan lagi dalam berbuat, kecuali mencapai penyerahan total dan memberikan kepuasan pasangan.
Peluh bercucuran kembali ketika kami saling berguling memadu cinta. Memberikan rangsang dan gairah yang melebihi dari sekedar persetubuhan yang dulu pernah kulakukan dengan penjaja cinta komersil.

Buatku, persenggamaan dengan IF ini, adalah pergulatan batin yang diramu apik dalam belangga asmara. Dengan bumbu kerinduan, kasih sayang, cinta, rasa memiliki, kesetiaan, penyaluran hasrat seks, pengorbanan, dan banyak hal, yang tidak dapat aku lakukan dengan perasaan sebebas ini. Berbeda dengan cara one night stand yang hanya sekadar melepas hajat birahi semata, seolah membuang urine di kloset umum atau di taman-taman.
Aku beringsut ke arah bawah tubuh IF yang tengah membungkuk membelakangiku.

Kuusap-usap ke dua bongkah pantatnya yang gempal. Dengan kedua tangan kurentangkan bongkahan itu sampai aku melihat dengan jelas – meski disekililingnya di penuhi oleh deretan pubic yang tumbuh melingkar – warna merah keunguan tepi rectum IF yang memberikan aroma khas penuh sensualitas. Pemandangan luar biasa. Lebih indah dari sekedar lubang vagina. Aku terpesona oleh bentuknya yang eksotis.

Kujulurkan ujung lidah menyusuri tepi rectum seraya menyibak helai-helai pubic disekelilingya. Kugelitik dengan ujung lidah asshole IF yang masih terkatup itu. Nampak kemudian guratan berdenyut-denyut seolah bibir kita menyebut kata "mulai..mulai..mulai.." Aku semakin bernafsu menelusurinya. Sementara, aku mendengar IF mengucapkan rentetan kata-kata yang tidak jelas arti dan maknanya, seperti berikut ini ".. achh.. ufghs.. nghgsk.. shh.. ouch.. ach.. enyak..ouh ah.."

Asshole IF mulai terlihat membuka ketika dua jari kiri dan kanan menguak tepi rectum-nya. Agak kemerah-merahan. Kutekan ujung lidahku, dan berhasil menembus masuk sedalam dua sentimeter. IF melenguh dan melolong kecil saat lidahku melakukan rimming di kawasan itu. Aku merasakan kedua kaki IF bergetar manakala aku menghirup cairan yang menggenang di asshole-nya.

Dengan rangsangan yang bertubi-tubi ini menyebabkan jepitan rectum IF mulai terasa melunak. Aku dapat dengan mudah menggigit dan menarik-narik kulit rectum-nya. Setelah kurasakan ketiga jariku dapat terbenam seluruhnya di asshole IF maka aku segara menambahkan lumuran cairan bening vaginal lubricating jelly pada bagian batang dan kepala penisku. Meskipun kulit luar kondom sebetulnya juga sudah mengandung pelumas. Begitu pula dengan lingkar asshole IF kububuhi jelly yang sama.
Dengan menyandarkan kedua tangannya di meja makan dalam caravan IF membelakangiku seolah menyodorkan kedua bongkah pantatnya untukku. Kulihat bayangan asshole-nya di balik beningnya olesan jelly di atasnya sudah sedikit membuka mengarah ke kemaluanku. Perlahan kubimbing kepala penisku untuk menembus liang anal IF.

Dengan beberapa gerakan yang tidak terlalu berarti batang kemaluanku telah melesak terbenam seluruhnya menembus ke dalam rongga tubuh IF melalui lubang duburnya. Hal ini disebabkan oleh foreplay yang cukup serta pemberian vaginal lubricating jelly tadi. Membuat semuanya jadi licin, mulus dan lancar. Dengan cara inilah aku menyenggamai IF.

IF bereaksi dengan memutargoyangkan pinggulnya membuat diriku makin bernafsu menaikinya. Penisku terasa berdenyut-denyut dihisap oleh sesuatu kekuatan aneh yang sulit dilukiskan denga kata-kata. Aku memundur-majukan pinggulku yang menyebabkan penisku terdorong dan tertarik keluar masuk dalam genggaman asshole IF.
Setelah agak lelah dengan posisi doggy style kami mencoba beberapa posisi persenggamaan umum hetero seperti diajarkan dalam buku kamasutra. Termasuk posisi klasik missionaries. Aku benar-benar dibawa terbang tinggi oleh IF melewati beberapa titik persinggahan yang membuat luluh lantak segalanya.

Ketika aku sudah hampir sampai dititik tujuan dengan gerak cepat aku meraih tissue, mencabut penis dan melepas kondom serta membersihkan batang kemaluanku. IF menengadahkan wajah dan membuka mulutnya ke arah penisku. Kusodorkan batang penisku yang sudah bersih dari limbah lubricating jelly.

Tanpa membuang waktu IF segera menangkap, melahap dan menghisap kepala kemaluanku yang kemudian memuntahkan cairan kental, tanda cinta kasih dan sayang kami berdua yang dipertautkan oleh persamaan hasrat cinta sejenis. Badanku tergucang hebat kala ejakulasi tiba. Orgasmus yang sangat sempurna.

Sesudah persenggamaan ini, kecuali dengan IF, yang terkasih, sepertinya, aku tidak ingin melakukan persetubuhan semacam ini lagi. Meskipun jika mau, kesempatan itu terbuka lebar. Sangat lebar. Apalagi di kota metropolitan yang serba ada ini. Mudah bagiku menemukan dan membayar penjaja cinta yang makin banyak tersebar.

No way, bagiku, IF adalah anugerah. Aku mensyukuri itu. Aku sudah menemukan pelabuhan hati. Biarlah yang merah menjadi pink dan yang hitam menjadi kelabu. Namun, aku, tetap harus merah di antara pelangi warna. Dan aku harus tetap hitam diantara sejuta pilihan warna gelap. Biarlah itu menjadi masa lalu.

IF datang membawa pencerahan bagiku, yang sedang dalam penantian dan pencarian di dalam dunia hayal yang penuh fatamorgana ini. Aku tetap menganggap ini adalah petualangan fantasi yang kutelusuri dengan sadar. Bersama IF, kekasihku. Dunia hayal yang bersifat sementara. Pasalnya, ada dunia nyata yang tidak dapat kami ingkari. Berketurunan, yang tidak akan diperoleh dengan bentuk kebersamaan semacam ini.

Walaupun cintaku kepada IF setinggi puncak Himalaya dan sedalam lautan atlantik. Walaupun kami saling bersetubuh tanpa jeda sepanjang hari. Salah satu dari kami tetap tidak bisa mengandung. Akan tetapi, esensi rasa cintaku kepada IF tidak akan kalah dengan calon ibu anak-anak IF kelak. Demikian pula, aku percaya cinta IF kepadaku tidak akan kalah pula oleh cinta calon ibu anak-anakku kepadaku.

Inilah hipotesa naïf, insan tuhan, yang penuh keterbatasan akal dan pikiran. I love you If, selebihnya, biarlah waktu yang membuktikan. Niatku hanya untuk keagungan cinta itu sendiri, bahwa aku punya IF, seseorang yang membuatku bergairah mengisi hidup dan hari-hariku.

Rabu, 13 April 2011

Patung Yunaniku


Langit malam ini terlihat sangat indah. Banyak bintang bertaburan. Seorang pemuda tengah berdiri di depan jendela berkaca besar apartemennya, memandang jauh pada hamparan pemandangan di bawahnya. Semua terlihat sangat kecil dan imut-imut. Orang, kendaraan, rumah-rumah, toko.. semuanya.

Nicky, begitu dia biasa disapa, tersenyum sendiri. Lengkapnya dia bernama Nicholas James. Seorang pemuda berusia 23 tahun 11 Oktober yang lalu, berbintang Libra tentunya. Keturunan Irlandia dengan perawakan kecil, 170 cm dan berat ideal. Wajahnya yang innocent takkan pernah bosan untuk terus ditatap. Dia memiliki sepasang mata biru bening dihiasi bulu mata berwarna coklat yang lebat dan alis tertata rapi di atas matanya. Hidungnya agak tinggi namun tidak berlebihan seperti bule umumnya. Wajahnya mungil dengan tulang rahang yang sempit, membuat wajahnya sangat imut dan innocent. Bibirnya juga sangat menarik, kecil dan merah segar.

Nicky anti rokok. Dia bisa batuk hebat kalau mencium asap rokok. Itulah mengapa giginya yang kecil-kecil selalu putih tidak kusam dan napasnya harum. Bila tertawa, gingsulnya akan terlihat dengan manisnya. Kulitnya seputih susu. Bersih sekali dengan sedikit bulu-bulu coklat halus di tangannya. Keseluruhan penampilannya sangat terawat dan gaya berpakaiannya sangat menarik. Bila dia mau menjadi seorang model, maka dia akan lulus semua syarat-syarat untuk menjadi model tersebut dengan mudah saja. Tapi Nicky tidak tertarik dengan kehidupan itu, meski sempat membintangi beberapa iklan TV untuk produk terkenal dan sedikit photo untuk busana pria di majalah ternama.

Bel pintu berbunyi. Nicky tersentak dari keterasyikkannya menikmati pemandangan dari balik kaca itu, lalu bergegas menuju pintu, setelah sebelumnya merapikan pakaiannya yang memang sudah rapi dan mengusap rambut pirangnya yang dipotong cepak ala Robie Kyne.

Ada Cesco di sana. Berdiri di depan pintu. Sangat gagah dan tampan. Nicky merasakan debar dadanya berpacu kencang. Ah, bukankah sudah tiga tahun ini mereka bersama, tetapi mengapa Nicky selalu merasa gugup bila harus berhadapan dengan 'Patung Yunani' ini.

Francesco, pemuda keturunan Italia, wajar kalau sangat tampan. Usianya tiga tahun di atas Nicky. Lucunya mereka sama-sama berbintang Libra, karena tanggal lahir dan bulan yang berdekatan. Posturnya sangat atletis, 184 cm dengan berat ideal. Tentu saja karena dia seorang bintang lapangan sepakbola dimana sebagai seorang kapten telah berhasil membawa klubnya menjuarai beberapa kali liga bergengsi di negeri ini dan ikut dalam tim negaranya ke Piala Dunia.

Cesco adalah salah satu orang terpopuler dalam jajaran selebritis di sini. Banyak wartawan yang mencoba menjadikannya berita. Untunglah hubungannya dengan Nicky selama ini masih terjaga dengan baik sekali. Mereka memang harus selalu berhati-hati dan waspada.

Cesco tersenyum, memandangnya dalam dengan sepasang mata hazelnya yang sangat indah dan selalu menyorot tajam. Nicky tidak kuasa untuk tidak segera membenamkan tubuhnya ke dada bidang pemuda itu. Cesco melingkarkan tangannya yang kuat dan kokoh untuk memeluk erat tubuh Nicky. Nicky mendongakkan wajah memandang wajah dengan rahang persegi yang kokoh milik Cesco yang kini hanya beberapa senti darinya.

Cesco mendaratkan bibirnya lembut di dahi Nicky dan menciumnya dengan penuh sayang. Lalu berpindah ke hidungnya dan berlanjut ke bibir merah Nicky. Nicky menyambutnya dengan semangat. Cesco melumat dengan penuh perasaan, hingga beberapa kali terdengar bunyi decakan. Menggigit lidah Nicky, mengisap bibir atas dan bawah Nicky bergantian. Cesco takkan mau berhenti bila Nicky tidak segera menjauhkan wajahnya.

"Kita mau pergi kan, Honey?" Nicky mengingatkan dengan lembut, sembari tangannya membelai rambut coklat tebal Cesco yang bergelombang dan gondrong setengkuknya.
Rambut Cesco sangat indah, akan berkilau bila tertimpa cahaya matahari. Dulunya rambut Cesco pendek, tapi dia kemudian membiarkan rambutnya itu panjang hingga seperti sekarang. Alasannya malas datang ke salon untuk gunting rambut.

Cesco memang jantan sekali. Dia tidak suka segala macam yang 'ribet' urusan penampilan atau mode yang sedang ngetrend. Di lapangan, Cesco sangat temperamental, hingga sering diganjar wasit kartu kuning. Hobinya kebut-kebutan dengan mobilnya di jalan raya membuahkan hasil beberapa kali SIM-nya ditahan oleh polisi. Cesco sanggup untuk cuek saja datang ke acara-acara formil dengan jeans belel atau jaket lusuh, kalau Nicky tidak cepat-cepat menahannya dan membetulkan penampilannya.

Cesso mengangguk. Matanya masih menyiratkan kerinduan yang mendalam pada Nicky. Yah, sudah lebih dua minggu ini mereka tidak bertemu.

Tidak lama audi silver milik Cesco membelah jalan yang ditimpa kemilau lampu hias jalan yang meriah. Selama di dalam mobil ini Cesco hampir tidak mengeluarkan suara. Dia hanya diam saja, mendengarkan Nicky yang tengah bercerita penuh semangat. Ada yang tengah meresahkan hati Cesco. Yah, saat ini Cesco sedang kalut, gelisah, bagaimana harus memulai mengatakan sesuatu yang pasti akan mengubah hubungannya dengan orang yang sangat dicintainya ini.

Nicky merasa heran Cesco menghentikan mobilnya tiba-tiba di pinggir jalan yang sepi dan gelap.
"Ada apa Cesco?"
"Ada yang ingin kusampaikan, Nicole.." kepala di sebelahnya menunduk dalam.
Cesco selalu memanggilnya dengan sapaan Nicole. Dan hanya Cesco yang menyapa seperti itu. Nicky merasa dadanya berdebar-debar.

Cesco mengangkat wajahnya, lalu memandang Nicky lama sekali, hingga Nicky merasa jengah.
"Cesco, ada apa sebenarnya..? Katakanlah..! Aku siap mendengarkan.." Nicky bertanya lagi seraya mengusap sisi wajah Cesco.
Cesco memegang tangan yang membelai wajahnya dan meremasnya. Merasakan halusnya kulit tangan tersebut. Cesco membawanya ke bibirnya dan menciumi tangan Nicky. Nicky masih menunggu kalimat apa yang bakal keluar dari bibir Cesco, apa yang ingin disampaikannya.

Tapi Cesco tidak kunjung berkata apa-apa. 'Patung Yunani' itu malah mendekat kepada Nicky. Tangannya meraih kedua bahu Nicky, dan Cesco mengulum bibir Nicky. Nicky membiarkan, mungkin dia belum puas saat di apartemen tadi. Cesco melancarkan jurus-jurus ciuman mautnya. Hisapan-hisapannya pada bibir Nicky membangkitkan gairah Nicky yang tadi still cool. Nicky membalas ciuman Cesco. Cesco semakin bergairah mengisap, menyedot, melumat bibir dan lidah yang segar dan harum yang sangat digilainya itu. Bibir dan lidah seperti ini tidak pernah dijumpainya pada pacar-pacarnya yang wanita.

Bibir Nicky seperti bibir bayi, masih belum terkontaminasi. Napas keduanya memburu. Kini ciuman Cesco pindah ke samping kiri dan kanan leher Nicky. Cesco menghisap diiringi gigitan-gigitan kecil, hingga meninggalkan bekas merah pada kulit leher Nicky yang halus dan bersih. Cesco menciumi leher itu sambil menghirup aroma parfum bercampur keringat Nicky yang segar dan harum, aroma yang membuatnya mabuk kepayang. Nicky mendesah menikmatinya.

Ciuman Cesco yang maut itu dengan liar berpindah ke dada Nicky. Dengan gairah yang menggebu dibukanya resleting jaket berbahan lembut itu. Cesco tidak ingin melepas jaket tersebut dari tubuh Nicky, jadi dia hanya membuka reseltingnya saja. Nicky juga membalas dengan membuka kancing kemeja kotak-kotak Cesco dengan tetap meinggalkan kemeja tersebut di tubuh atletis itu. Bulu-bulu yang lebat pada dada Cesco yang sangat bidang itu segera menyeruak tatkala Nicky membuka kancing itu.

Cesco membenamkan wajahnya ke dada putih bersih Nicky, menikmati kedua puting merah jambu milik Nicky yang sangat menggoda. Nicky mengerang seraya meremas punggung Cesco lewat kedua tangannya yang dimasukkan ke balik kemeja Cesco yang masih melekat. Cesco bergantian menghisap dan mengemut kedua puting susu itu. Menggigit-gigitnya hingga Nicky menggelinjang keasyikan dan semakin kuat meremas punggung Cesco dengan jari-jarinya.

Puas bermain di sekitar puting, Cesco beralih memainkan daerah sekitar perut Nicky yang rata. Mencongkel lubang pusar yang bersih dengan lidahnya. Menghisap-hisap kulit di sekitar perut itu hingga berbekas merah. Tangan Cesco dengan lihai memasuki daerah terlarang Nicky. Penis Nicky sudah ereksi. Cesco meremas-remas batang penis itu hingga suara erangan Nicky menjadi semakin tidak beraturan. Tangan Cesco cepat membuka resleting celana hitam Nicky dan memasukkan tangannya ke balik celana dalam kekasihnya.

Kini tangan Cesco sukses menyentuh langsung organ vital Nicky yang menjadi favorit Cesco itu. Cesco merasakan bulu-bulu lurus yang pasti berwarna coklat (dalam gelap pasti tidak nampak, tapi dia kan sering melihatnya kemarin-kemarin sih..) di sekeliling penis yang sedang digenggamnya itu terasa bagai rumput Jepang yang halus mengelilingi jari-jarinya.

Kemudian dengan gesit tangan Cesco berpindah lagi, kali ini berusaha merogoh lubang anus Nicky. Agak susah karena Nicky kan dalam posisi duduk. Tapi Cesco gigih berusaha. Nicky membantunya dengan sedikit mengangkat pantatnya. Kakinya dibukanya lebar, agak susah untuk selebar mungkin karena terhalang ruangan dalam mobil yang sangat sempit. Kedua tangannya bertumpu pada bahu kekar Cesco.

Cesco melepaskan celana panjang dan celana dalam Nicky hingga sebatas dengkul. Diamatinya sesaat penis Nicky yang berdiri tegak itu. Sedetik kemudian kepalanya menunduk, dan penis itu masuk ke mulutnya, sementara satu jarinya mencungkil dan mempermainkan lubang anus Nicky sambil sesekali meremas pantat mungil Nicky yang padat berisi.

Nicky menggigit bibirnya merasakan kenikmatan yang tiada tara itu. Tangan Nicky meremas-remas rambut di kepala Cesco yang sedang menikmati penisnya. Tidak lama tubuh Nicky menegang, penisnya membesar. Cesco tidak melepaskan penis itu dari mulutnya. Dan seperti yang sering dilakukannya bila mereka bercinta, sperma Nicky yang muncrat keluar segera tertampung di mulut Cesco dan ditelan dengan sukses olehnya.

Nicky merosot lemas, tapi dengan sigap Cesco menangkap tubuhnya dan membawa dalam dekapannya yang hangat. Cesco merasakan deru napas kekasihnya yang masih tersisa itu membelai kupingnya. Cesco menciumi belakang kuping Nicky dengan sayang, kemudian beralih menatap wajah innocent yang penuh peluh itu dan mengecup dahinya lama. Cesco mebersihkan bulir-bulir keringat dari wajah Nicky. Nicky juga mengusap wajah Cesco yang berkeringat, mengelap sisa-sisa sperma yang masih menempel di sudut-sudut bibir cowok itu.

Kemudian Cesco mengecup bibir Nicky yang terbuka karena napasnya yang terengah-engah. Cesco mengecup agak lama beberapa kali bibir Nicky hingga dia puas. Beberapa saat mereka hanya saling berpelukan erat dalam diam, karena Cesco belum mau melepaskan tubuh Nicky yang ditempelnya rapat. Cesco akhirnya merenggangkan pelukannya, kemudian dilepasnya. Nicky meraih celana dalam dan celana panjangnya yang turun hingga lutut tadi, lalu memasangnya kembali di hadapan Cesco yang memperhatikannya.

Cesco membantu memasang resleting jaket Nicky. Tangannya membelai tubuh Nicky yang sudah berselimut jaket kembali itu dengan sayang. Nicky memasang kembali kancing kemeja Cesco.Cesco memandang Nicky lagi agak lama, hingga Nicky terheran-heran. Cowok tampan ini tidak pernah berbuat seperti ini sebelumnya. Cesco kembali meraih tubuh Nicky dan mendekapnya erat. Nicky semakin heran kenapa Cesco bersikap begini, seolah sangat takut kehilangan dirinya.

"Cesco, what's wrong..?" tanya Nicky pelan dan lembut. Cesco tetap diam.
"Kamu bilang tadi mau ngomong sesuatu. Katakanlah, Cesco.." desak Nicky lagi.
Cesco melepaskan pelukannya. Dia kembali ke posisi duduknya, kepalanya bergerak memandang ke luar jendela, menghindari tatapan Nicky.
"Nicole, kamu tahu kan.. kalo aku akan segera menikah.." akhirnya keluar juga kata-kata dari bibirnya. Cesco berpaling dan kini menatap Nicky lekat.

Nicky terdiam. Ah, dia memang sadar, bahwa Cesco bukanlah seorang gay. Tiga tahun lalu saat mereka bertemu, Cesco sudah punya pacar wanita bernama Maria, seorang artis terkenal. Dan tidak lama lagi dia akan menikahi pacarnya itu. Jauh-jauh hari Nicky memang sudah mengatakan padanya bahwa dia tidak akan menghalangi kodrat Cesco sebagai seorang lelaki sejati. Malah Nicky yang mendorong Cesco untuk segera menikah. Meski hati kecil Nicky menolaknya dan merasa tersakiti.

"Tentu saja, Cesco.." Nicky tersenyum, merasa itu berita lama.
"Kamu pasti ingat akan janjiku yang tetap akan mencintaimu meski aku nanti telah menikah dan punya anak. Aku akan selalu membagi waktu untuk kita berdua. Janji hatiku yang kukatakan padamu bahwa seandainya aku menikahi Maria, maka itu berarti aku menikahimu juga.. dan bila aku punya anak, itu berarti anak kita juga.."
Nicky masih ingat janji manis itu semua, dan dia mengangguk.

Cesco menghembuskan napas keras. Terlihat wajahnya sangat galau. Tangannya yang kokoh memainkan kemudi dengan gelisah. Jarang Nicky melihatnya segelisah ini. Cesco adalah sosok sejati yang keras dan tegas. Dia biasanya selalu menghadapi segala persoalan dengan tenang.

"Aku mencabut kata-kataku tersebut. Maafkan aku Nicole. Aku ingin kita mengakhiri saja hubungan kita mulai saat ini."Bagaikan sesuatu yang mengangkat dan mencampakkannya ke jurang yang paling dalam, tak berdasar. Nicky terpana. Apa dia tidak salah dengar? Hening menyelimuti sekeliling mereka kembali. Nicky berusaha keras menetralisir hatinya yang tiba-tiba remuk.

"Aku tidak ingin membiarkan rasa ini semakin kuat menyelimutiku. Perasaan yang membuat aku tidak bisa hidup tanpa dirimu, membiarkanmu terus-terusan mengelilingi hari-hariku. Aku bukan gay, Nicole. Aku harus menghentikan mulai saat ini sebelum aku benar-benar terperangkap dan tidak bisa keluar lagi," tegas suara itu mengiris-iris hati Nicky.
Lama dia tidak dapat berkata apa-apa, karena tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya kelu, air matanya mau tumpah, tapi Nicky berusaha keras menahannya agar tidak jatuh di hadapan 'Patung Yunani' yang tengah melukai hatinya saat ini.

"Kenapa baru sekarang kau katakan itu Cesco. Setelah tiga tahun hubungan kita.." akhirnya dapat juga Nicky bersuara, nyaris tercekik.
"Aku harap kamu mengerti, Nicole.."
Lama hening menyelimuti mereka. Cesco telah melukai hatinya dengan teramat dalam.

"Baiklah kalau itu yang kamu inginkan, Cesco. Aku menghargai keputusanmu," akhirnya pelan Nicky bersuara.
Hatinya hancur berkeping-keping. Yah, dia sangat mencintai Cesco, tapi di lain sisi juga tidak ingin cowok tersebut menjadi gay sepertinya. Biarlah Cesco kembali ke dunianya yang normal, menikah dalam kebahagiaan dan punya anak sebagai keturunannya.

"Aku akan pergi dari kehidupanmu..," Nicky menghapus air matanya dengan tangannya yang terasa dingin seperti es.
Tegar, ditolehkannya kepala. Menatap Cesco. Cowok itu masih tidak ingin menoleh ke arah Nicky. Nicky tahu, mata hazel itu tidak kan dapat membohongi perasaannya.
"Goodbye.." Nicky membuka pintu mobil dan segera keluar.
Tiba-tiba saja seluruh badannya terasa sangat sakit dan berdenyut. Sakit karena diremas-remas oleh Cesco saat bercinta tadi. Hmh, kini kenikmatan yang dirasakan tadi menguap entah kemana.

Cesco tampak sangat terkejut, tidak menyangka Nicky akan keluar.
"Nicole, wait! Kamu mau kemana?" Cesco turut keluar dari mobilnya dengan bingung.
"Please, Cesco. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi," pinta Nicky saat Cesco mendekatinya.
Cesco tampak terkejut, "Why?"
"Hubungan kita sudah berakhir kan? Panggillah aku dengan nama yang sama seperti orang lain memanggilku," ucap Nicky perlahan.
Cesco terpana. Nicky membuang muka.. berusaha menahan air matanya yang mau jatuh lagi. Tidak menyangka hubungan yang manis selama ini akan berakhir begini.

"Aku antar ya?"
"Sudahlah, Cesco. Aku bisa pulang sendiri," tolak Nicky sambil berharap ada taksi iseng lewat di jalan gelap ini untuk mencari penumpang.
Saat ini dia benar-benar tidak ingin berdekatan dengan Cesco.
"Nicole.. maksudku Nicky.." suara Cesco terdengar aneh saat menyebut nama itu, karena selama ini dia tidak pernah memanggil dengan nama Nicky.

Udara sangat dingin. Hujan mulai turun rintik-rintik. Nicky mengutuk cuaca yang tidak bersahabat. Bagaimana mau pulang nih kalau hujan.
"Jalan ini jauh dari pusat kota, kamu tau kan? Tidak akan ada taksi yang lewat hingga besok pagi. Marilah aku antar," bujuk Cesco lagi dengan lembut.
Nicky sedikit demi sedikit menjauhi Cesco dan Audi-nya hingga beberapa meter.

Cesco mengunci Audi-nya dengan alarm, lalu mengikuti Nicky yang berjalan selangkah demi selangkah. Hujan mulai tambah lebat rintiknya.
"Nicole! Kamu jangan sinting! Kamu mau kemana sih? Kamu jalan ratusan meter juga nggak akan dapat taksi," omel Cesco dengan suara tinggi. Cowok itu kelihatannya mulai marah.
"Bukan urusanmu! Sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Sudah, pulang sana!" perintah Nicky ketus.
Dia kesal karena Cesco terus mengikutinya padahal dia sedang ingin sendiri saja untuk merenungi nasibnya yang malang saat ini.
Sementara cuaca memang benar-benar tidak bersahabat sama Nicky. Angin mulai menderu-deru kencang. Dingin menggigit ke tulang sumsum Nicky. Dia sebenarnya ingin jalan lebih cepat lagi, tapi seluruh selangkangannya terasa sakit sekali.
"Nicole.."
Nicky berbalik dengan wajah merah. Tatapannya berapi-api. Panggilan Nicole terdengar begitu menyakitkan sekaligus memuakkan terdengar di telinganya.

Cesco tertegun melihat wajah Nicky yang merah dan matanya yang berkaca-kaca, tapi langkahnya tidak surut mendekati cowok keras kepala tersebut.
"Maafkan aku, Nicole. Sungguh, maafkanlah aku. Aku tak bermaksud menyakiti hatimu. Kamu punya arti tersendiri dalam hidupku selama ini, Honey.." raut penyesalan tampak jelas pada wajah tampan itu, sementara tangannya yang kokoh ingin meraih bahu Nicky, tapi cowok itu segera menepis.

Nicole membuang muka, menyembunyikan lelehan air matanya yang menyembul tanpa izin. Cesco tidak pandai berkata-kata puitis atau sentimentil, tapi yang baru diucapkannya itu adalah benar-benar dari hatinya. Makanya Nicky jadi semakin terluka.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Cesco. Kumohon jangan panggil aku dengan nama itu lagi, rasanya sangat menyakitkan. Nah, sekarang pergilah.." pinta Nicky pilu, tanpa mau menatap wajah Cesco.

Cesco terdiam agak lama. Nicky tahu dia pasti sedang menatap lekat dirinya yang sedang membelakanginya saat ini dengan tatapan yang Nicky takkan dapat menebaknya.
"Aku tidak bisa melepasmu di tengah cuaca seperti ini.." lirih suara Cesco. Suaranya terdengar basah.
"Kau harus tegas dengan sikapmu untuk mengakhiri hubungan kita, Cesco" Nicky kemudian berbalik, menantang tatapan mata hazel Cesco yang menatapnya lekat.
Cesco masih menatap lekat Nicky begitu tajam dan dalam, seolah menembus hingga ke lubuk hati Nicky yang paling dalam, dengan pandangan yang sulit diartikan.

Hujan mulai lebat. Nicky berbalik dan berlari. Cesco mengejar Nicky dengan mudah. Ditariknya tangan cowok itu dengan kasar hingga Nicky berhenti.
"Jangan memaksaku bersikap kasar, Nicole. Pokoknya kamu harus pulang dengan aku. Titik!" bentak Cesco tegas.
"Leave me alone. Lepaskan tanganku, Cesco! Lepaskan kataku!" Nicky meronta-ronta.
Dia sangat benci pada Cesco yang masih menunjukkan keperduliannya, karena itu membuat hati Nicky menjadi semakin tersakiti. Cesco tidak perduli. Tangan Nicky yang sebelah digenggam kuat oleh tangannya. Cesco menyeret Nicky kembali ke Audi-nya. Hujan beserta petir terdengar begitu mengerikan. Badan mereka basah kuyup.

Cesco membuka pintu mobilnya dan menolak Nicky hingga terbanting ke kursi. Dihempasnya pintu mobil kuat-kuat, lalu dia pun masuk dan buru-buru melarikan Audi-nya, takut kalau jalan pelan-pelan Nicky akan melompat keluar. Ternyata memang sangat jauh dari pusat kota. Nicky menggigil kedinginan, sambil tidak sanggup membayangkan seandainya Cesco benar-benar meninggalkannya sendirian di jalan tadi.

Di dalam mobil yang melaju kencang itu tidak ada yang berminat memulai percakapan. Nicky apalagi. Dia merasa sangat lelah, sedih, sakit fisik, sakit hati, kesal, terluka dan sebagainya. Badannya terasa sangat sakit sekali, terlebih ketika Cesco menyeretnya tadi. Sementara Cesco terdengar menghela napas berkali-kali, tampaknya tengah bergulat dengan pikirannya sendiri. Sesekali dia meningkatkan volume penghangat suhu ruangan setelah melirik Nicky yang menggigil dengan gigi gemerutuk.

Akhirnya mereka sampai di halaman depan apartemen Nicky. Sebenarnya Cesco yang membelikan untuknya, sedang dia tidak pernah memintanya. Nicky merasa sangat enggan untuk tinggal di sana lagi setelah apa yang terjadi kini. Yah, bukankah dia dan Cesco tidak ada hubungan apa-apa lagi.

Nicky membuka pintunya perlahan, tapi dia masih duduk di kursi, karena badannya sakit sekali.
"Kamu masih ingat kita sering bertengkar seperti ini kan, Nicole.."
Nicky terkejut mendengar suara Cesco yang tiba-tiba itu. Dengan heran ditatapnya wajah Cesco. Cowok itu tengah memandangnya dengan mata bersinar sayang. Bibirnya tampak tersenyum. Nicky menunduk.

Mereka memang suka bertengkar pada hal-hal sepele. Biasanya Nicky akan ngambek pada Cesco, meski itu seringnya bukan salah Cesco. Nicky merasa Cesco tidak pernah mau mengalah padanya, padahal Nicky kan lebih muda. Dan Cesco sering mengutuknya dengan sebutan keras kepala dan childish. Yah, Nicky memang suka keras kepala dan bersikap childish bila sudah berdebat dengan Cesco. Tapi mereka tidak kan pernah lama saling marahan. Biasanya Cesco yang mengalah, karena dia tidak tahan buat lama-lama marahan sama Nicky. Dan kalau mengingat itu mereka akan tertawa geli, sambil saling ngeledek tingkah masing-masing yang kekanakan itu.

Nicky merasa hatinya ngilu. Kenangan itu sangat indah, tapi kini sudah berakhir.
"Ya, aku akan selalu ingat itu. Tapi semua itu sudah berakhir kan, Cesco? Kamu nggak perlu pusing lagi ngadepin aku yang suka ngambek dan keras kepala ini.." ucap Nicky lirih. Cesco terdiam.
"Terima kasih atas hari-hari yang telah kita lalui selama tiga tahun ini, Cesco. Aku senang dan turut bahagia atas pernikahanmu dan kehidupanmu selanjutnya. Oya, semoga kamu segera punya anak lelaki, biar ada Cesco junior, yang juga jago maen bola kayak daddy-nya," Nicky tersenyum.
Dia sudah dapat menetralisir hatinya.

Dia masih sangat mencintai Cesco, dan tidak membenci cowok itu. Keputusan yang diambil Cesco adalah tepat. Cowok itu tidak boleh bersamanya terus-terusan. Dia sayang Cesco, dan harus membiarkan cowok itu dengan kehidupan normalnya sebagai lelaki. Biarlah cinta ini dipendamnya sendiri bersama kenangan-kenangan manis yang telah mereka lalui selama ini.

Cesco masih tidak bereaksi. Tetap diam.
"Aku akan meninggalkan kota ini, Cesco.."
"Kamu mau pergi?" Cesco tidak dapat menyembunyikan kagetnya. Terlihat wajahnya menegang.
"Ya, itu caraku untuk membantu melupakan hubungan kita," sahut Nicky sambil berusaha tersenyum lembut, meski hatinya miris. Cesco tidak bersuara.
"Goodbye, Cesco.." bisiknya sambil menyentuh tangan Cesco yang memegang tongkat persneling.
Terasa dingin sekali. Cowok tampan itu tidak menyahut. Dia hanya menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik rambut coklatnya yang bergelombang.

*****

Satu tahun sudah perpisahannya dengan Cesco yang akan selalu ada di lubuk hatinya. Nicky menghibur dirinya dengan mengikuti tour keliling Asia. Dalam perjalanan tersebut Nicky bertemu seorang cowok yang kemudian menjadi teman dekatnya. Robert nama cowok itu. Seorang pemuda warga negara Amerika dengan kulit hitam legam, bibir tebal dan rambut keriting. Jauh bila dibandingkan si ganteng Denzel Washington atau Will Smith.

Wajahnya biasa saja, kalau tidak mau dikatakan jelek. Tubuhnya saja yang lumayan atletis. Dia pakai kacamata tebal minus 7 dengan model kuno. Selera pakaiannya juga kuno. Berbanding 360 derajat dengan Nicky yang fasionable. Sekali ini selera Nicky memang benar-benar kacau. Pembaca mungkin tidak rela Nicky harus berpasangan dengan cowok ini, tapi itulah yang terjadi. Cowok itu memang seorang gay, dengan usia yang sebaya dengan Cesco dulu.

Sebenarnya Nicky tidak menganggapnya lebih dari seorang sahabat, tapi Robert merasa begitu. Mendapatkan Nicky adalah anugrah terindahnya. Dan selama ini Nicky selalu menurut saja diajaknya tinggal bersamanya. Robert bekerja sebagai seorang jurnalis majalah olahraga di kota tempat Cesco dan Nicky tinggal dulu. Nicky mau kembali ke kota itu karena isu yang mengatakan bahwa Cesco akan segera pindah ke Spanyol karena dibeli oleh klub terhebat di negara tersebut. Dan saat bertanya ke Robert, memang 90 % isu itu benar Cesco bakal pindah ke sana. Nicky pun lega.

Apartemen Robert sangat jauh dari nyaman bila dibandingin dengan apartemen mewah pemberian Cesco dulu yang sudah ditinggalkannya. Tapi cukuplah itu bagi Nicky. Robert seorang yang hangat dan perhatian. Kesannya jadi agak kebapakan. Tapi Nicky oke saja, karena dia memang suka dimanja. Meski hati kecilnya belum dapat melupakan sosok indah 'patung yunani'-nya. Robert tidak pernah tahu tentang Cesco karena Nicky tidak mau membeberkan rahasianya yang satu ini kepada siapapun.

Sejak pengakuan Cesco untuk memutuskan hubungan malam itu setahun yang lalu, adalah saat terakhir pertemuannya dengan cowok itu. Sejak saat itu Cesco tidak pernah menemuinya atau menghubunginya lagi. Pernikahan Cesco diliput cukup hebat oleh media massa, dan Nicky hanya menyaksikannya dari TV dengan sedih. 'Patung Yunani'-nya sangat gagah sekali dengan jas pengantin, didampingi istrinya Maria yang bergaun putih bersih, sangat cantik. Nicky merasa bahagia saat melihat pasangan serasi itu berciuman dan saling berikrar dalam upacara yang sangat sakral itu. Yah, dia bahagia atas Cesco.

Kini Cesco sudah punya seorang anak lelaki dan karirnya dalam dunia sepakbola semakin gemilang saja. Nicky merasa semakin bahagia. Meski lubuk hatinya agak terluka, karena kerinduannya yang mendalam terhadap Cesco dan batinnya yang bertanya-tanya apakah Cesco mengalami kerinduan yang serupa sepertinya. Tapi ah, sudahlah.. Cesco adalah bagian masa lalu. Kini dia telah melangkah menuju kehidupan yang baru.

Robert mencintainya segenap jiwa raga. Tapi Nicky tidak mencintainya. Nicky hanya ingin bersahabat dengannya. Hatinya telah tertambat pada Cesco. Sulit untuk memulai mencintai sosok lain. Hal ini membuat Robert kecewa dan kesal. Tapi Robert memang harus bersabar. Sebenarnya Robert sangat memuja, juga bernafsu pada Nicky. Ya, sangat. Tapi hingga saat ini dia masih belum dapat mencicipi tubuh bagus itu. Robert tidak memungkiri bahwa keseluruhan fisik cowok itu sangat perfect. Itulah mengapa Nicky kalau pakai pakaian apa saja terlihat menarik, pikir Robert. Ditambah, kulit bulenya tidak seperti umumnya, halus dan bersih. Dia disamping tipe pembersih dan rapi, juga sangat memperhatikan penampilan.. meski tidak harus berlagak seperti banci yang sangat dibenci Robert.

Robert ingin sekali mengunyah bibir tipis yang segar merah milik Nicky. Membayangkan itu saja penis Robert dapat ereksi. Tapi Nicky tidak pernah memberinya kesempatan. Nicky selalu menghindar bila Robert menunjukkan gelagat merayu ke sana. Semakin hari semakin susah menyembunyikan perasaan dan hasrat ini, batin Robert. Yah, dia memang selalu, tanpa disadari Nicky, memperhatikan cowok itu.. tepatnya mengintip. Dari mulai ganti pakaian hingga mandi. Dia tidak dapat menahan hasratnya saat melihat Nicky berendam sambil tertidur di bath-up, ingin menerkam bagai singa kelaparan.

Pernah suatu kali Robert nekat masuk ke kamar mandi dan membuka tirai mandi, dimana Nicky sedang mandi di bawah shower. Kontan cowok itu kaget bukan kepalang, dan lucunya.. berusaha menutupi bagian-bagian tertentu dari tubuhnya. Robert pura-pura malu dan berdalih lupa kalau di dalam sedang ada orang, dan berlalu dari situ.

Robert semakin kesal karena akhir-akhir ini Nicky memang mulai tampak menjaga aktivitas seputar ganti pakaian dan mandi dari Robert. Dia selalu mengunci pintu kamarnya kalau melakukan hal itu. Nicky dan Robert memang tidak tidur satu kamar. Nicky lah yang meminta begitu. Terkadang Robert sangat geram dan terdorong oleh hasratnya, rasanya ingin memaksa atau memperkosa saja Nicky. Tapi dia masih dapat mengandalkan akal jernihnya untuk tetap menahan diri. Robert takut Nicky malah akan pergi dari sisinya untuk selamanya bila dia memaksakan keinginannya.

Akhirnya Robert hanya dapat melampiaskan keinginannya dengan masturbasi sambil membayangkan wajah dan tubuh Nicky yang menggoda. Yah, Robert memang harus menunggu dan bersabar. Yang membuat Robert semakin kesal dan cemburu, Nicky sangat antusias dengan segala berita seputar Francesco, bintang sepakbola yang sangat terpopuler itu. Meski Robert maklum, Nicky seperti orang lain, mungkin ngefans cowok ganteng itu.

"Kalau dia mengajak kamu main sex, kamu pasti oke aja kan?" tanya Robert sinis suatu hari tatkala melihat Nicky tidak berkedip memelototi poster Francesco dari majalah olahraga terbaru tempat dia kerja.
Nicky hanya terdiam dengan wajah merah saat itu. Tapi yang membuat Robert heran adalah ketika Nicky mendengar berita terakhir tentang gagalnya kepindahan Francesco ke Spanyol. Pemain itu lebih suka di klubnya yang lama dan ternyata telah memperbaharui kontrak dengan klub tersebut.

Nicky tampak begitu gelisah dan bingung. Tapi tidak ada yang dapat Robert korek dari mulutnya tentang mengapa dia bersikap seperti itu. Nicky tidak pernah mau memberitahukan kenapa.

*****

Cesco menyusuri jalan raya dengan Audi-nya. Dia sangat sayang dengan kendaraannya yang satu ini, dan akan dipakainya bila dia sedang bepergian sendiri, tidak dengan keluarganya. Karena Audi ini menjadi saksi bisu atas hubungannya yang manis dengan Nicky. Ah, Nicole.. dimanakah belahan hatinya itu sekarang.

Sebenarnya hatinya hancur tatkala memutuskan untuk berpisah dengan Nicole. Dia sadar, cowok manis itu telah menjadi bagian dari kehidupannya. Dia tidak ingin melepaskan Nicole. Tapi Cesco tidak kuasa. Egonya yang tinggi sebagai lelaki memaksanya untuk kembali pada jalan yang normal, dan memang itu telah dilakukannya. Dia telah berhasil berdiri pada kepribadian ganda. Satu sisi dia sukses menampilkan diri sebagai lelaki normal dengan karir cemerlang. Tapi di sisi lain Cesco merana dan tidak bahagia. Hatinya meraung memanggil nama Nicole. Sosok itu selalu muncul membayangi sisi hatinya. Menari-nari disetiap sel kalbunya.

Semakin hari Cesco merasakan kesesakan yang teramat sangat. Wajah innocent, perhatian, tatapan polos dan penuh cinta, cara bicara yang bersemangat dengan suara serak basahnya yang menggemaskan, senyum cerah yang menampakkan giginya yang lucu tidak beraturan, tawanya yang lepas, jalan yang ringan, tidurnya yang bagai bayi. Kerinduan yang dalam memuncak ingin bertemu dengan kekasihnya itu. Cesco hanya dapat berdoa suatu saat akan dipertemukan kembali oleh Nicole.

Tanpa ada rencana sebelumnya, Cesco mendadak menghentikan Audi-nya ke sebuah taman di pinggir danau. Di tempat ini dulunya Cesco sering menemui Nicole pada awal-awal kencan mereka. Cesco ingin mengenang kembali. Cesco berjalan lambat-lambat menikmati angin semilir dari pepohonan dan udara segar di sekelilingnya. Matahari sudah mulai tenggelam, terlihat sangat indah warna keemasan di langit sana. Beberapa orang mulai beranjak dari taman tersebut untuk kembali.

Cesco mengawasi sebuah bangku dari kejauhan di mana dulu Nicole sering menunggunya. Bangku itu menghadap ke danau yang indah. Cesco melihat seorang cowok duduk di sana, memunggunginya, tampak sedang menikmati pemandangan danau yang romantis. Cesco berjalan mendekat, sambil tersenyum dan berfantasi andai dia adalah Nicole.
Cesco sekarang berada beberapa meter dari sosok yang masih menikmati pemandangan danau itu. Sosok itu mengenakan sweater cukup tebal (karena cuaca yang dingin), celana jeans dan kepala yang tertutup topi wol. Cesco tidak tertarik padanya, cowok gagah itu hanya menikmati pemandangan danau di hadapannya, dan berharap sosok itu segera pergi agar dia dapat segera duduk di bangku tersebut.

Sosok itu akhirnya berdiri dan berbalik ke arah Cesco. Tampaknya ingin kembali. Dan bagai tersengat halilintar, Cesco terpaku di tempatnya tatkala matanya bersirobok dengan mata biru bening milik cowok itu. Cowok tersebut juga tidak kalah kaget dan terpaku diam di tempatnya. Seluruh tubuh Cesco terasa tegang dan tenggorokannya terasa tercekik.

"Nicole! Kamu.. Nicole?!" tidak percaya seolah mimpi rasanya Cesco.
Yah, cowok tersebut memang Nicky. Nicky yang sore itu merasa kangen ingin bernostalgia ke taman tersebut, mengenang saat-saat indahnya dengan Cesco dulu. Saat duduk tadi dia iseng-iseng berdoa agar dipertemukan kembali dengan cowok gagah-nya. Tapi Nicky benar-benar tidak menyangka doanya terkabul secepat ini. Cesco benar-benar nyata berdiri di hadapannya. Sesaat mereka hanya saling terpana dan bengong.

"Cesco.." bisik Nicky tidak percaya.
Cesco berjalan mendekatinya, perlahan.. hingga akhirnya dekat sekali di hadapannya. Nicky mengangkat tangannya yang menggeletar dan meraba dada Cesco yang terbungkus jaket kulit hitam, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini nyata. Cesco sebenarnya ingin merenggut tubuh mungil itu dan menenggelamkan ke dalam pelukannya, tapi mendadak ada beberapa orang anak kecil yang mengerumuninya dan meminta tanda tangan. Mereka segera tersadar sedang berada di tempat umum.

"Hai.. apa kabar, Ces?" sapa Nicky gugup setelah anak-anak kecil itu berlalu. Suaranya terdengar asing dan kaku.
Cesco tidak menjawab, hanya mata tajamnya tidak berkedip menelusuri wajah manis Nicky dengan segenap perasaan rindu mendalam. Takjub.
"Nicole.. aku tak menyangka kita akan bertemu kembali. Di tempat yang penuh kenangan manis ini. Ternyata Tuhan mendengar doaku.." sahut Cesco penuh haru.
Tangannya digenggam erat di balik saku jaketnya, agar tidak lepas kendali untuk meraih tubuh bekas kekasihnya itu.

"Tuhan juga mendengar doaku.." balas Nicky sambil tersenyum.
Mereka saling berdiri kembali dalam diam. Langit sudah kelam, lampu-lampu taman bersinar indah.
"Kamu tinggal di kota ini kembali, Nicole?" tanya Cesco pelan. Suaranya terdengar basah.
"Aku.. yah, bisa dikatakan begitu.." sahut Nicky terbata.
"Dan kamu juga tidak jadi pindah ke Spanyol, Cesco. Why..?" Nicky balik bertanya.
"Aku tidak bisa meninggalkan kota ini. Entahlah, hatiku berat untuk pergi dari sini.." jawab Cesco perlahan. Mereka terdiam lagi.

"Nicole.. maukah kamu ikut denganku?" tanya Cesco kemudian.
"Kemana?"
"Ke suatu tempat yang pasti tak kan kamu lupa.."
"Baiklah."
Audi Cesco bergerak meninggalkan taman itu. Kali ini Cesco tidak sendiri, karena ada Nicky yang menemaninya. Yah, Nicole.. belahan jiwanya telah kembali.

Di dalam mobil mereka masih saling bersikap kaku. Nicky masih gugup dengan kehadiran Cesco yang tiba-tiba. Sementara Cesco merasa agak kecewa karena Nicky tampak begitu kaku, padahal hatinya ingin meledak karena dapat bertemu kembali dengan sosok yang digilainya itu. Nicky bengong saat Audi Cesco berhenti di depan apartemennya yang dulu. Dengan pandangan tidak mengerti dia menoleh pada Cesco. Cesco hanya tertawa manis.

"Ini apartemenmu kan, Nicole. Aku telah merawatnya dengan sangat baik setelah kau tinggalkan begitu saja. Barang-barangnya masih utuh tuh. Periksa aja," papar Cesco seraya keluar dari mobilnya.
"Kupikir sudah kamu jual.." kata Nicky seraya mengikuti langkah panjang Cesco memasuki gedung apartemen tersebut.
"Ini milikmu, Nicole. Aku tidak berhak menjualnya," sanggah Cesco sambil memicit angka 15 pada pada knop lift. Nicky terdiam.

"Lagipula terlalu banyak kenangan kita berdua dalam apartemen ini kan, Nicole.."
Dada Nicky berdebar keras. Ah, tentu saja. Cesco dan dirinya selalu bermesraan di sana. Menjalani kehidupan layaknya suami istri. Dan apartemennya adalah saksi cinta dan keseharian mereka. Memang tidak ada yang berubah di apartemennya. Semuanya tampak rapi dan bersih. Nicky jadi tersenyum sendiri, membayangkan tempat tinggalnya bersama Robert yang sekarang. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin keluar lagi dari sini.

Nicky berbalik dan mendapatkan Cesco tengah berdiri menatapnya lekat dengan tatapan tajam menembus jantung kalbu. Jantung Nicky berdebar kencang. Tiba-tiba Cesco meraih tubuh itu dan menenggelamkannya ke dalam pelukannya. Hidungnya segera menghirup wangi tubuh Nicky yang fresh, wangi yang sangat disukainya dan telah lama dirindukannya karena kepergian cowok itu.

"Maafkan aku, Nicole.." bibir Cesco terbata, berusaha menetralisir hatinya yang penuh haru.
"Nicole, selama ini aku sangat menderita karena telah kehilangan dirimu. Aku tidak bisa memungkiri hatiku yang sangat mencintaimu lebih dari segalanya. Aku memang pengecut tidak mau jujur mengakui perasaanku. Maafkanlah aku.." perlahan Cesco mengungkapkan isi hatinya.
Nicole tidak dapat menyembunyikan perasaannya, matanya sudah basah oleh air mata. Yah dia pun menderita selama ini.

Cesco mengulum bibir merah Nicky. Perlahan. Menghisapnya dengan penuh perasaan. Lama. Menggigit lidah basah itu lembut. Nicky menikmatinya. Wangi tubuh khas Cesco yang mengelilinginya adalah keharuman maskulin yang sangat digilainya. Oh, sudah berapa lama dia tidak merasakan ini. Sangat lama. Dan dia hanya melakukannya bersama Cesco.

Ciuman Cesco semakin menggelora. Dia bagai kesetanan menciumi bibir Nicky, menyedot lidah kenyal dan harum itu kuat.. hingga Nicky agak kesakitan. Tapi dia membiarkan saja. Ciuman Cesco turun ke leher, menyedot setiap inci kulit halus dan bersih itu hingga berbekas merah. Nicky mendesah dan membiarkan Cesco bersikap sangat agresif terhadap tubuhnya.

Sambil terus menciumi, tangan Cesco menarik sweater Nicky ke atas. Sekejap sweater itu tercampak ke lantai. Bibir Cesco liar menelusuri setiap lekuk tubuh Nicky. Menghisap dan menjilati kedua puting merah jambu lembut itu dengan lihai, kemudian dengan nakalnya pindah pada ketiak Nicky yang telah tercukur licin, kanan dan kiri. Nicky memejamkan mata sambil meringis kegelian, karena dia memang sensitive pada ketiaknya.

Setelah menciumi dengan gerakan erotis pada bagian perut, kini Cesco meraih resleting celana Nicky dan membukanya. Ia berlutut dan melahap penis Nicky yang tegak. Nicky mengerang menikmati hisapan Cesco yang sangat berpengalaman itu pada penisnya.

Nicky yang telah bugil berdiri sambil kedua tangannya berpegangan pada pinggir meja dan sofa, mengimbangi sodokan kepala Cesco yang sangat bernafsu menghisap penisnya. Cesco terus menghisap dan menjilati penis Nicky, mengulum kepala penis hingga penisnya yang tadi putih bersih menjadi mengkilat dan merah, sementara tangan Cesco liar bergerak meremas kedua belah pantat Nicky yang padat berisi. Dua jarinya masuk menggali ke lubang anus Nicky yang agak sempit karena sudah setahun tidak pernah dimasuki penis Cesco.

Beberapa saat kemudian sperma kental milik Nicky melesat keluar dan tumpah ke mulut Cesco yang masih mengulum penisnya. Nicky merasa sangat puas. Cesco cepat berdiri, lalu membuka seluruh pakaiannya. Kini Nicky dapat menyaksikan tubuh gagah 'patung yunaninya' dalam keadaan bugil. Penisnya yang sangat besar tampak berdiri dengan gagahnya. Cesco meraih tubuh Nicky, lalu tangannya meraih pantat Nicky dan jarinya masuk kembali ke anus Nicky.

Cesco tampak ragu-ragu mau memasukkan penisnya ke anus yang sempit itu. Satu-satunya kendala dalam hubungan sex mereka adalah ukuran anus Nicky yang tidak sesuai untuk penis Cesco yang superbesar itu. Padahal Cesco baru puas kalo sudah analsex.
"Tidak apa-apa, Cesco. Masukkan saja.." pinta Nicky di tengah deru napasnya.
Perlahan Cesco memasukkan penisnya. Nicky meringis kesakitan. Cesco tidak sampai hati dan hanya memasukkan sedikit saja bagian penisnya ke dalam anus itu.

Mereka kemudian jatuh kelelahan ke lantai yang dihampari ambal tebal Nicky memandang Cesco bahagia. Cowok itu lekat memandang Nicky. Mengusap keringat yang menempel di wajah innocent itu dengan penuh cinta. Lalu puas mendaratkan dengan lembut bibirnya untuk mencium setiap inci wajah manis Nicky.
"Aku tidak bisa hidup tanpamu, Sayang," bisik Cesco lembut, sambil mengecup hidung Nicky.
Tubuh Nicky tenggelam dalam pelukan tubuhnya yang kekar dan sangat rapat. Nicky membelai punggung dan wajah Cesco yang sedang berada di atas tubuhnya itu, hingga Cesco terlelap di dada putih Nicky.

*****

Cesco terbangun dan kaget saat mendapatkan Nicky tidak ada di sisinya. Cepat dia bangkit dan berkeliaran dalam keadaan bugil mencari Nicky dengan bingung. Ternyata Nicky tengah berada di dapur, mengaduk kopi. Cesco menghembuskan napas lega.

"Mau kopi?" tanya Nicole dengan suara agak manja, persisi seperti yang dilakukannya dulu-dulu.. tatkala mereka masih bersama.
Cesco tertegun, ada binar di matanya. Cepat cowok handsome itu mengangguk. Dengan sigap Nicky mengambil mug kesayangan Cesco, menuangkan kopi ke dalamnya lalu memberikannya pada Cesco. Cesco meraih pinggang Nicky dan mendudukkan tubuh itu di pangkuannya. Nicky tertawa. Cesco meminum kopinya dengan bahagia.

"Nicole. Kenapa anusmu menjadi begitu sempit? Kamu tidak pernah berhubungan selama ini, ya?"
Nicole tersipu-sipu menggeleng.
"Ah, bahagianya aku memiliki dirimu yang begitu setia.." puji Cesco tulus seraya mencium tengkuk Nicky dengan sayang. Nicole menunduk.

Pagi itu Cesco dengan manja meminta Nicky memandikannya di bawah shower. Mereka pun saling memandikan. Tapi lagi-lagi Cesco yang berperan sebagai si agresif. Puas menikmati dan membelai seluruh tubuh Nicky di bawah guyuran shower, Cesco meminta Nicky untuk membiarkannya mengulang lagi memasukkan penisnya ke anus Nicky yang dulu sempat gagal.

Cesco menyabuni banyak-banyak lubang pantat itu, lalu mendorong penis besarnya ke dalam. Nicky menggigit bibir menahan sakit, meski Cesco melakukannya dengan hati-hati sekali. Lumayan berhasil, meski tidak seluruh penis Cesco sukses tenggelam ke dalam lubang tersebut. Cesco dengan lembut bertanya apa Nicky sudah merasa nyaman dan tidak sakit lagi. Nicky mengiyakan. Barulah Cesco mulai membuat gerakan mendorong dan turun naik, dibantu Nicky yang juga mendorong pantatnya ke arah Cesco. Tidak lama sperma Cesco tumpah dan memenuhi lubang sempit itu. Keduanya merasa terpuaskan. Perlahan dan hati-hati sekali Cesco menarik kembali penisnya.

Selesai mandi mereka berjalan ke arah kamar sambil masih berciuman. Cesco tidak puas-puasnya mencium bibir tipis merah Nicky itu. Pada saat Nicky ingin mengenakan celana, Cesco menahannya. Ditolaknya tubuh Nicky dengan lembut ke atas bed. Nicky dengan heran menurut. Cesco merenggangkan kaki Nicky selebar mungkin.
"Ada apa sih, Cesco?" tanya Nicky terheran-heran.
"Aku mau lihat anus kamu terluka tidak? Kamu ngerasa sakit tidak?" tanya Cesco dengan nada khawatir.
"Nggak apa-apa tuh. Aku nggak ngerasa sakit kok," Tapi Cesco tak percaya.

Dengan teliti diperhatikannya lubang anus yang merah menggoda itu. Ditelusurinya dengan jarinya dengan pelan dan lembut. Setelah yakin memang tidak terluka, hanya agak meradang memerah saja, barulah Cesco meraih sebuah cream pelembab lalu mengoleskan tebal-tebal ke sekeliling lubang anus itu, juga kelipatan pantat Nicky yang bulat padat. Nicky bahagia merasakan perhatian Cesco yang masih tidak berubah padanya, masih seperti dulu.

Satu hari itu mereka terus berada terus berada diapartemen tersebut. Serasa bulan madu saja. Nicky lupa pada apartemen lamanya. Pada Robert yang menunggunya dengan cemas. Yah, karena kini dia telah berjumpa kembali dengan Cesco dan merasa bahagia dengan kembalinya cinta yang diberikan cowok gagah itu kepadanya.

Rabu, 06 April 2011

Anak Manja


"Jii..Ajii..kesini sebentar!" itu suara Dino, aku memanggilnya Mas Dino, anak majikanku.

Usianya sama denganku, kami sama-sama masih duduk di kelas 2 SMU. Aku segera bergegas memenuhi panggilannya, soalnya anak ini rada-rada manja. Kalau dia ngambek gara-gara aku terlambat memenuhi panggilannya, bisa berabe. Aku bakalan kena omelan Nyonya seharian.

"Ya, sebentar Mas," jawabku, kuletakkan buku Matematika yang sedang kubaca.

"Perasaan bukan cuman dia doang yang ujian, aku juga ujian besok," sungutku dalam hati.

Pasti anak manja ini bakalan minta aku ajarin matematika lagi. Jujur aja, males aku kalo harus ngajar dia. Dibilang bego, bisa berabe, cuman kalo diajarin emang gak bisa ngerti-ngerti dia. Aku gak tahu apa yang ada dikepalanya. Ngerepotin aku aja nih. Sambil bersungut aku berjalan cepat menaiki tangga rumah besar milik Tuan Arifin Wijaya, majikanku, kamar Dino ada di lantai dua rumah itu.

Majikanku sebenarnya orang baik. Buktinya aku disekolahkan olehnya. Memang sih bukan sekolah bonafit seperti sekolah Mas Dino. Tapi dibiayai sekolah saja olehnya, aku sudah cukup senang. Soalnya ketika dibawa dari kampung, aku tak pernah punya fikiran Tuan Arifin Wijaya seorang pengusaha tionghoa yang cukup sukses di medan dan istrinya yang asli sunda itu bakalan menyekolahkan aku. Paling aku hanya akan dijadikan tukang kebun di rumah gedung miliknya yang sekarang aku tinggali ini. Makanya aku sangat tidak enak hati kalau Nyonya Wijaya kesal padaku hanya gara-gara anak bungsunya yang manja ini.

"Tok..tok..tok.., " tanganku mengetuk pintu kamar Mas Dino pelan sebelum pintu kamar itu kubuka. Kemudian aku berdiri di pintu kamarnya yang luas dan dipenuhi dengan berbagai poster tokoh komik seperti spiderman, superman, batman itu. Nih anak badannya aja yang gede, tapi masih aja demen ama komik, kataku dalam hati. Dan seperti biasa aku disambut dengan omelannya yang sama dan sebangun setiap kali aku dipanggilnya,

"Lama banget sih lo,"

"Maaf Mas Dino, aku tadi lagi konsentrasi baca buku Matematika, kan besok ujian, saking konsennya baca buku, panggilan Mas Dino agak sayup-sayup ku dengar," jawabku membela diri.

"Alasan lo," katanya tanpa perlu memandangku, matanya tak lepas dari layar komputer yang ada didepannya.

Lo, aku pikir dia lagi belajar, tak tahunya sedang asik main komputer anak manja ini. Lalu untuk apa aku dipanggilnya.

"Ada apa Mas, kok aku dipanggil?" tanyaku.

"Kapan Papi sama Mami balik dari Hongkong?" pertanyaanku tak dijawabnya, malah dia menyampaikan pertanyaan kepadaku.

"Bukannya masih seminggu lagi Mas," jawabku, masih berdiri di pintu kamarnya.

"Hmm," gumamnya. "Masuk sini! Tutup pintunya!" katanya.

Aku masuk lalu menuju meja belajarnya yang bulat dan berkaki rendah itu. Biasanya juga kalau ke kamarnya aku langsung menuju ke meja itu. Mataku tidak berani melirik monitor komputer, soalnya pernah sekali aku melirik monitor dan disana terpampang tubuh bugil indah milik Pamela Anderson. Aku malu sekali waktu itu, wajahku merah, sementara dia ngeledek aku karena malu ngelihat gambar begituan. Akhirnya kami tidak jadi belajar waktu itu, karena konsentrasiku benar-benar hilang gara-gara melihat gambar itu. Penisku ngaceng sejadi-jadinya waktu itu.

Ketika aku baru saja lesehan menghadap ke meja itu, tiba-tiba dia memanggilku,

"Sini Ji," katanya. "Gua mo nunjukin lo gambar bagus,"katanya.

"Enggak usah mas," jawabku pelan.

Tapi dia membalas jawabanku dengan suara keras,

"Kalau lo gua suruh liat gambar, maka lo harus liat gambar! Sini!" katanya marah.

Daripada urusannya panjang segera aku bangkit dan mendekatinya, berdiri di belakangnya dan melihat ke monitor komputernya. Betapa kagetnya aku, jantungku serasa copot melihat gambar yang terpampang di monitor komputer itu. Seorang cowok bule, muda, ganteng, kekar dalam keadaan bugil sedang menungging dengan bertumpu pada kedua tangan dan kakinya. Dibelakangnya seorang cowok yang juga bule, muda, ganteng, kekar, dan juga bugil memasukkan penisnya yang besar dan panjang kedalam lobang pantat cowok yang sedang menungging itu. Mataku berkunang-kunang melihat gambar yang "tak biasa" buatku itu.

Aku terpaku, dan ketika tersadar aku bersegera untuk pergi dari tempatku berdiri, namun tangan putih berbulu halus, kekar milik Dino menahan tanganku.

"Jangan kemana-mana. Lihat aja baik-baik," katanya tegas.

Selanjutnya berganti-ganti gambar-gambar berbagai posisi persenggamaan sesama laki-laki disuguhkan Dino di depan mataku. Aku hanya bisa melotot melihat gambar-gambar itu. Pelan-pelan jantungku mulai normal detakannya, namun bulu romaku terasa merinding, pelan-pelan aku merasakan penisku mulai bergerak-gerak, mengeras dan semakin keras.

"Mas, kenapa lihat gambar beginian..??" tanyaku pelan, dan aku yakin suaraku terdengar sangat bergetar.

Dino tak menjawab, namun kemudian ia memandangku dengan pandangan yang menurutku aneh, tiba-tiba aku risih dengan pandangannya. Selama ini bila aku memandangnya yang muncul hanya perasaan kesal, keqi, dongkol atas gaya manjanya saja. Selain aku risih melihat tatapan anehnya itu, tiba-tiba wajah gantengnya juga menggangguku. Ada getaran aneh di hatiku ketika aku memandang wajahnya. Dino memang ganteng. Kegantengannya sudah diakui, kenapa? Soalnya bulan lalu saja dia mendapat predikat Juara I pemilihan model sebuah majalah terkenal.

Hidungnya mancung, bulu matanya tebal, bibirnya tipis dan kemerahan, kulitnya putih bersih dan ditumbuhi bulu-bulu halus di pergelangan tangan, betis, dan mungkin sampe pahanya. Aneh, aneh, selama ini aku tidak pernah memperhatikannya secara fisik. Kenapa kok tiba-tiba aku jadi begini sekarang?? Tubuhnya tinggi kokoh, mungkin sekitar 185 cm karena kalau aku berdiri disampingnya tubuhku lebih pendek sedikit darinya, sedangkan tinggiku 175 cm. Tubuhnya atletis, mungkin karena dia rajin renang dan rajin main volli, dia anggota tim inti volli di sekolahnya. Bukannya nyombong, tubuhku juga kekar dan atletis, bukan karena olahraga namun karena bekerja. Dulu di kampung pekerjaanku apalagi kalau bukan mencangkul sawah. Karenanya tubuhku lebih hitam dari Dino. Waktu baru tiba di rumah ini, tubuhku lebih hitam dan kulitku lebih kasar dari sekarang. Namun setelah hampir setahun aku tinggal disini kulitku sudah tidak terlalu hitam lagi, dan juga tidak sekasar dulu lagi, mungkin karena pengaruh makanan dan kini kulitku jarang terpanggang panas matahari.

Tiba-tiba tangan Dino menggenggam tanganku erat, lalu aku ditariknya ke tempat tidurnya yang empuk. Aku didudukkannya, kami duduk berhadapan. Dipegangnya daguku yang terbelah. Lalu dengan menatap mataku dalam-dalam Dino berkata,

"Aku pengen nyobain apa yang kita lihat di gambar-gambar tadi dengan kamu. Kamu mau kan?!!" tanyanya lembut namun tegas.

Sosok Dino sekarang benar-benar berubah kurasa. Bukan seperti Dino yang selama ini aku kenal. Kali ini dia begitu tegas dan matang tidak manja dan menjengkelkan seperti biasanya. Tatapannya elangnya benar-benar menyihirku, sehingga tanpa ada perlawanan aku mengangguk, mengiyakan permintaannya itu.

Selanjutnya wajahnya semakin dekat mendekati wajahku. Nafasnya yang hangat berhembus diwajahku. Tiba-tiba aku merasa bibirnya lekat di bibirku. Bibirku terasa basah oleh air hangat. Rupanya lidahnya mulai menyapu bibirku. Pelan-pelan lidah itu mendesak ingin masuk kedalam mulutku. Secara alami mulutku mulai membuka membiarkan lidah Dino mencari lidahku. Mulut kamu kemudian saling melumat, menghisap, dan lidah kami beradu dengan dahsyat. Baru sekali ini aku berciuman, dan gilanya dengan seorang cowok. Namun ciuman itu terasa sangat nikmat kurasakan. Kami terus melumat, lama.

Setelah selesai acara lumat-melumat dilanjutkan dengan cupang mencupang. Bergantian kami saling menyerbu leher, telinga, belakang leher untuk mencupang satu sama lain. Aku yakin baik Dino dan aku baru sekali ini melakukan hubungan sejenis, namun entah kenapa kok dia cepat pintar dalam hal ini. Entah siapa yang memulai, tangan kami sudah menjelajah entah kemana-mana. Karenanya jangan kaget kalau kami sekarang sudah dalam keadaan telanjang bulat saling bergantian menindih. Aku sendiri bingung entah siapa tadi yang pertama memulai aksi buka baju, aku tak ingat. Tapi kok ketika aku melirik sekilas ke lantai kamar pakaian kami sudah bertebaran disana.

Tubuh kami yang berkeringat saling bergesekan. Kami mengerang-erang, gesekan-gesekan tubuh kami menimbulkan rasa yang nikmat. Tidak bisa kukatakan bagaimana nikmatnya, namun arghh. Sekarang ini aku sedang menindih Dino, melumat bibirnya, meremas rambutnya, menggesek-gesekkan dadaku yang bidang ke dadanya. Menggesek-gesekkan penisku yang keras ke penisnya. Meskipun kami berdua belum saling melihat penis masing-masing, tapi aku yakin kalau penis kami sama-sama besar, keras dan panjang. Ini bukannya nyombong lo. Ganjalan di perutku ini yang mengatakan itu.

Bosan dengan aksi gesek-menggesek Dino mengajakku bermain 69. Aku menungging bertumpu pada dua tanganku dan kakiku, sementara dibawahku Dino telentang dengan kepala mengahadap ke atas ke selangkanganku memandang penis kerasku yang tegak sampai ke pusar. Sementara dihadapanku sekarang tegak penis Dino. Dugaanku ternyata benar. penis Dino besar, meskipun belum sebesarpunyaku. Tanganku menggenggam penis itu, namun jari-jariku tak bisa bertemu. Batangnya berwarna kuning langsat kemerahan. Kepala penisnya berwarna lebih gelap. Di pangkal penis itu bertebaran bulu jembut halus, namun lebat, tumbuh hingga ke lobang pantatnya.

"Besar banget penis mu, Ji..hmmpp." desah Dino sambil mulutnya menyelomoti batang keras ku itu. Aku hanya tersenyum.

Lalu mulutku pun mulai mengerjai batang kejantanan anak majikanku yang keras ini. Entah kenapa mengemut, menghisap, menjilat penis ini sangat nikmat kurasa, dan Dino pun kayaknya juga sangat menikmatinya. Padahal penis ini tak manis rasanya seperti permen atau es krim. Rasanya asin, dan baunya pun sebenarnya tak enak, karena sudah bercampur bau ludah, precum, dan mungkin sedikit air kencing. Tapi entahlah.. Kok aku menyukainya. Lidahku tak berhenti-henti menjilat, mulutku tak berhenti-henti mengulum, menyedot, menghisap. Srupp. Dino pun begitu. Malah dia lebih nakal lagi, lidah dan mulutnya mulai berani-beranian mengekspansi ke arah lobang pantatku.

Lobang pantatku terasa basah dan hangat karena jilatan lidahnya.

"Arghh.." Aku mendesah kegelian, gesekan lidahnya yang kasar di lobang pantatku benar-benar nikmat rasanya jeck. Saking nikmatnya aku jadi melupakan penis gede dihadapanku ini. Aku konsentrasi menikmati kenakalan mulut dan lidah Dino dibawah sana, eh jarinya pun mulai nakal juga rupanya. Ngapain tuh jari menusuk-nusuk pantatku?? Aku mendelik, bukan karena marah, tapi karena keenakan. Aku benar-benar lupa dengan penis Dino, aku mengerang-erang keenakan. Dan Dino pun tak memaksaku untuk mengrejai penisnya lagi. Rupanya dia pun sedang keasikan mengerjain lobang pantatku. Malah tiba-tiba dia membebaskan dirinya dari kangkanganku.

Dari lobang celah antara kedua pahaku dia beringsut keluar. Lalu dia menungging dibelakangku. Dan mulai merimming pantatku dengan mulutnya. Ohh..shitt..mulutnya nakal banget, lidahnya nakal banget, jari-jarinya itu juga. Kok enak bangetthh..Ohh..Aku memejamkan mataku menahan rasa nikmat itu. Lidah, mulut, dan jari Dino tak putus-putus mengerjain lobang pantatku, sekali-kali dikocoknya juga batang penisku. Tapi tiba-tiba aku merasa Dino menghentikannya. Aku kebingungan, aku menunggu siapa tau dia akan melanjutkan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda Dino melanjutkan lagi. Aku menoleh ke belakang mencari tahu apa yang terjadi, kenapa Dino menghentikan aksinya.

Kulihat dibelakangku Dino sedang memasangkan kondom ke penisnya yang besar dan mengacung itu. Aku kaget, Mas mau ngapain..?" tanyaku bergetar. Dino tak menjawab. Dino benar-benar lain, biasanya dia cerewet, namun sepanjang persenggamaan ini dia benar-benar jadi orang yang banyak bekerja sedikit bicara. Jari telunjuknya diletakkannya ke mulutnya, memberi isyarat kepadaku agar tidak bicara lagi. Akupun diam. Tak lama aku merasakan lobang pantatku mulai dijejali dengan sebuah bongkahan benda keras, kenyal dan besar. penis Dino mencoba memasuki lobang pantatku yang masih perjaka.

"Orgghh..orghh..orghh." aku mengerang-erang, kesakitan.

Namun Dino tak memperdulikannya, terus saja dia mencoba menjejali lobang pantatku. Sedikit demi sedikit penis besar berkondom itu memasuki lobang pantatku. Lobang pantatku terasa panas, perih. Aku memejamkan mata menahan sakit. Namun untuk menolak keinginanannya aku tak mau. Karena aku juga menikmatinya. Aku menahan rasa sakitku itu hingga akhirnya aku rasakan bulu jembut Dino menggesek belahan pantatku. Rupanya seluruh penisnya telah masuk semua. Tak kusangka anus sempitku sanggup juga menelan batang keras dan besar itu. Arghh.. Dino mendiamkan penisnya sesaat. Aku mengambil kesempatan itu untuk meralakskan lobang pantatku sekaligus mengatur nafasku.

Tiba-tiba tanpa pake woro-woro terlebih dahulu Dino menarik penisnya dan segera membenamkannya lagi. Memang tak seluruh penis itu bisa ditariknya karena sempitnya lobang pantatku namun gesekan itu cukup membuatku untuk menjerit. "Akhh.." aku benar-benar kesakitan. Dino tak memperdulikan jeritanku, malah aksi tarik sorong itu kemudian dilakukannya terus berulang-ulang. Awalnya pelan namun setelah penisnya dapat beradaptasi dengan lobang pantatku, gerakannya cepat dan semakin cepat. Aku pun menjerit-jerit. Untunglah kamarnya itu kedap suara, sehingga jeritanku tak perlu mengganggu orang lain di rumah. Soalnya selain kami, Bi Ijah tukang masak dan urusan dapur, Mang Diman supir dan Mbak Ayu dan Mbak Jumi tukang bersih-bersih rumah, juga ada di rumah itu.

Tak lama jeritanku mereda, bukan karena Dino menghentikan gerakannya, namun memang kemudian gesekan penis Dino itu tak lagi kurasakan sakit seperti tadi. Gesekan itu semakin lama semakin enak kurasakan. Akhirnya jeritanku pun beralih menjadi erangan-erangan. "engg..engg..engg..engg.." Keringat memabsahi tubuh kami berdua.

Goyangan Dino semakin binal dan cepat, nafasnya liar dan tak beraturan, tangannya meremas pinggangku kuat-kuat. penisnya mengaduk-aduk lobang pantatku. Mulutnya melumat-lumat leher belakangku, giginya menggigit-gigit kecil disana. Tiba-tiba Dino melakukan gerakan hentakan penis di lobang pantatku, dibenamkannya penisnya sedalam-dalamnya di lobang pantat ku itu. Lalu kurasakan ada yang menggelembung didalam pantatku. Aku yakin itu pasti ujung kondomnya yang sudah dipenuhi dengan sperma. Gelembung itu terus membesar. Dino mengeluarka sperma yang banyak kurasa. Dino lalu lemas, kelelahan setelah menguras tenaga dan rebah diatas tubuhku. Tak tahan menahan tubuhnya yang berat aku pun merebahkan diri di kasur empuk itu dengan tubuh Dino diatas tubuhku. penisnya masih tersimpan dengan aman di lobang pantatku.

Nafas Dino tak beraturan. Pelan-pelan dia mulai mengatur nafasnya kembali. Aku tergeletak telungkup, menyadari apa yang baru terjadi. Aku baru saja kehilangan keperjakaan pantatku. namun bagaimana dengan keperjakaan penisku. Aku belum keluar apa-apa. Aku juga ingin merasakan apa yang baru saja dirasakan oleh Dino, tapi bagaimana? Apakah dia mau?

Pelan-pelan aku mendengar dengkuran halus Dino diatasku. Dia sudah tertidur rupanya. Benar-benar dia hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Tiba-tiba kembali aku kesal padanya. penisnya saja masih menikmati kenyamanan lobang pantatku namun ia sudah melupakanku. Aku marah padanya. Tanpa memperdulikan dia anak majikanku, kemudian aku menolak tubuhnya kasar. penisnya terlepas dari lobang pantatku. Dia terbangun. "Ada apa?!!" tanyanya bingung.

Tak kupedulikan dia lalu dengan kasar aku terlentangkan tubuhnya dan aku tindih. Dino meronta-ronta. Mau dia rajin olahraga tetap saja tubuhku lebih kuat darinya. Akhirnya seperti aksi UFC di televisi aku berhasil membuatnya telentang pasrah dengan kedua paha mengangkang lebar. Dengan paksa kumasukkan penisku yang besar itu ke lobang pantatnya, tanpa kondom. Dia kelihatan protes, terlihat dari delikan matanya, tapi mulutnya tak lagi bisa bersuara akibat telah kusumpal dengan sobekan celana dalam miliknya. Dia terus mencoba melawan, tangannya mencakar-cakar punggungku, namun itu malah semakin membuatku bergairah. Dengan paksa penisku kubenamkan ke lobang pantatnya, delikan Dino semakin lebar, aku yakin dia sangat kesakitan namun tak bisa menjerit.

Aku sendiripun kesusahan memasukkan penisku ke lobangnya. Entah karena penisku yang sangat besar atau karena lobang pantatnya yang sangat sempit, sangat susah penis ku terbenam kesana. Keringat ku kembali bercucuran. Namun aku paksa terus. Akhirnya batang itupun dapat masuk namun hanya ¾ nya saja kurasa. Segera penis itu ku goyang tarik tusuk. Sangat susah aku melakukaannya, aku merasakan penisku dicengkeram sangan ketat. Namun terus kulakukan gerakan itu. Tapi dalam tempo yang masih sangat lambat. Dibawahku Dino mencakarku dengan sangat keras, aku rasa punggungku berdarah, mungkin dia sangat kesakitan. Kondomnya terlepas akibat gesekan penisnya di perutku, spermanya tumpah ruah di perut kami, menyebabkan daerah perut kami licin.

Tak lama goyanganku semakin lebih lancar, rupanya penisku sudah dapat beradaptasi disitu. Akhirnya peniskupun dapat masuk seluruhnya, goyanganku pun dapat kupercepat. Aku pandangi wajah Dino dengan senyum menyeringai, sementara dia menatapku dengan tatapan sangat marah. Goyanganku semakin pelan, dan aku lihat mata Dino mulai terkatup-katup, aku buka sumpalan mulutnya. Dari mulutnya terdengar erangan-erangan, dia sudah keenakan juga rupanya. Ketika dia membuka matanya aku tersenyum seindah mungkin padanya, namun dia malah membuang muka meskipun erangannya tak bisa disembunyikannya. Buktinya kedua tangannya asik meremas belahan pantatku, dan pantatnya juga bergoyang lembut membalas goyangan ku. "Dasar muna," kataku dalam hati. Tapi aku tak peduli dia mau buang muka lagi atau enggak yang penting aku enak. Goyanganku tetap kulakukan seintens mungkin. Dan dari erangannya aku tahu si anak manja ini bener-bener keenakan.

Buktinya sekarang dia malah dengan bernafsu menggoyangkan pantatnya naik turun menduduki penisku. Sementara aku telentang dibawah meremas-remas dadanya. Wajahnya tetap saja tak mau melihatkau, kalau tiba-tiba kami bertemu pandang dia cepat mengalihkan pandangannya, namun tetap saja dia menggenjot-genjot.

Tiba-tiba aku merasa penisku akan meledak. Aku dorong dia, kupaksa dia telentang tak kucabut penisku dari lobangnya. Lalu aku tindih dia, kupegang kedua pipinya, kupandangi matanya. Aku ingin ketika muncrat memandangi matanya. Kupaksa dia memandangiku. Lalu pantatku bergoyang cepat-cepat-cepat.

"Hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..,'" suara deru nafasku.

Kucium mulutnya dengan penuh nafsu ketika aku merasakan spermaku melompat ke luar, menyembur-nyembur membasahi dinding-dinding anusnya. Semburan spermaku begitu deras dan banyak. Aku merasakan lobang pantatnya berkedut-kedut saat menyambut semburanku. Aku memejamkan mataku menikmati sensasi semburan spermaku. Lalu kami pun ambruk diatas tempat tidur. Tertidur, kelelahan.

Jumat, 01 April 2011

Sahabatku


Namaku Danny, belakangan ini aku baru menyadari bahwa sebahagian dari diriku ternyata menyukai pria, sebelumnya aku mengira diriku benar-benar straight. Sebagai salah seorang bintang team basket, aku cukup populer di kalangan siswa-siswi SMU tempatku bersekolah, perawakanku yang tinggi dan kekar, kulit putih bersih dengan bulu-bulu halus di tempat-tempat tertentu dan rambut ikal yang selalu dipangkas pendek serta tentu saja wajahku yang ganteng dan macho membuatku menjadi salah satu pria idola di sekolahku. Aku tidak alim juga tidak munafik, beberapa wanita penggemarku sudah berkali-kali kurayu dan kunikmati tubuhnya, aku tidak pernah menyia-nyiakan kepopuleranku.

Aku kenal Indra sudah sejak semester tiga, tetapi baru akrab dengannya ketika kami berdua terpilih dari enam orang anggota junior untuk memperkuat team inti guna menghadapi turnamen basket antar SMU di kota kami. Indra agak pendiam dan kurang aktif berurusan dengan wanita, tetapi dia juga tidak pernah menunjukkan gejala-gejala bahwa dirinya menyukai pria secara khusus. Padahal tampang dan body Indonya keren, membuat wajah para wanita menjadi merah padam bila diajak bicara.

Saat-saat menjelang turnamen selalu membuat semua anggota team bersemangat, meskipun frekuensi latihan yang ditambah tak urung membuat tubuh kami pegal-pegal dan susah bangun pagi. Karena rumahku letaknya jauh dari sekolah maka aku jadi sering menginap di rumah Indra yang tidak jauh dari sekolah apabila team kami harus pulang malam setelah habis-habisan latihan untuk menghadapi turnamen.

Suatu malam seusai latihan, seperti biasanya begitu pintu depan rumah sewaan Indra dikunci kembali dari dalam, kami langsung menanggalkan sepatu dan pakaian latihan yang lengket di tubuh kami oleh keringat. Indra tinggal sendirian, orang tuanya yang tinggal di kota lain hampir tak pernah mengunjunginya, memang ada seorang pembantu yang mengurus rumah itu namun selalu pulang menjelang maghrib. Dengan hanya mengenakan celana dalam kami melangkah gontai ke kamar mandi lalu membersihkan tubuh kami di bawah guyuran shower. Celana dalam baru kami tanggalkan di kamar mandi, biasanya kami tak pernah saling mengomentari ketelanjangan masing-masing karena tubuh kami yang penat hanya dipenuhi niat untuk cepat-cepat mengisi perut lalu beristirahat. Namun malam itu di bawah shower, Indra menatapku dengan pandangan aneh sampai-sampai aku menjadi salah tingkah.

"Ngapain lihat-lihat?" tanyaku.
"Gede banget, Man!" selorohnya mengabaikan pertanyaanku, matanya menatap aneh ke arah kemaluanku yang entah mengapa tiba-tiba menegang hebat. Aku melongok tanpa suara ketika tiba-tiba Indra memelukku dari belakang, tubuhnya yang basah melekat pada punggungku dan sesuatu yang kenyal dan menegang menyenggol-nyenggol bokongku. Tiba-tiba saja bangkit gairah aneh dalam diriku yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Entah rasa malu atau penasaran yang membuatku diam saja ketika jemari Indra mengelus-elus batang kemaluanku, dadaku, wajahku dan bokongku. Aku malah terangsang hebat namun tak tahu apa yang harus kulakukan untuk memuaskan gairah aneh yang meletup-letup itu.

Indra menutup kran lalu meraih handuk dan mengeringkan tubuhku, aku masih diam saja ketika sesudahnya ia terus mengeringkan tubuhnya sendiri. Tiba-tiba saja Indra tampak begitu tampan dalam keadaan bugil, otot-otot remajanya tampak begitu sempurna. Dada dan perutnya yang kekar berotot dan rambut coklatnya yang panjang sebahu tergerai basah membuatku terangsang. Ternyata aku menyukai pria, itu baru kusadari sekarang.

"Napain lihat-lihat?" Indra mengulangi pertanyaanku sambil tersenyum lucu melihat wajahku yang merah padam dan batang kemaluan tujuh setengah inchi milikku yang menegang dan bergerak-gerak tanpa penutup.
"Gue.. Gue napsu lihat bodi elo, Ndra!" jawabku malu-malu.
Indra segera memahami kebingunganku, ia menarik tanganku mengajakku ke kamar dan aku sama sekali tak dapat sedikitpun membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya di sana.

"Santai aja, Dan!"
"Gue.. Gue.." Aku tak dapat menyelesaikan kata-kataku karena Indra segera membungkam mulutku dengan ciuman ganas.
Mula-mula rasanya aneh berciuman dengan cowok tapi gairah yang ditimbulkannya membuatku keasyikan dan penasaran untuk tahu lebih banyak lagi. Ciumannya kubalas tak kalah ganas sambil memeluk lehernya. Indra juga tidak mau kalah, jemarinya mendekap erat tubuhku, kami berdua terhempas ke ranjang tanpa melepas pelukan dan ciuman masing-masing.

Di atas ranjang, kami berdua bergulat seru, masing-masing ingin menjelajahi tubuh yang lain tanpa mau saling mengalah. Lidah Indra menjalari leherku sementara kakiku mengunci pinggulnya dan jemariku menggapai-gapai batang kemaluannya. Kucengkeram rambutnya yang panjang dan kuciumi dadanya, kuhisap putingnya, perutnya, pusarnya lalu kuhisap bibirnya, lidahnya, kupingnya. Jemari Indra menyusup ke sela-sela pantatku dan.. Gila! Jemarinya dimainkannya di depan liang anusku.

"Oh Shit!" Aku hampir mati karena kenikmatan yang kurasakan saat itu, dengan cepat Indra meraih batang kemaluanku dan mengulumnya, dihisap-hisapnya kepala kemaluanku dan aku langsung membungkam mulutku dengan telapak tanganku menahan erangan dahsyat yang ingin segera meledak dari mulutku. "Aaargh..!" Kepalanya digerakkan naik-turun di atas kejantananku sambil sesekali berhenti untuk menyedotnya dengan keras. Sambil menyedot-nyedot kemaluanku, Indra memainkan kemaluannya sendiri dengan asyiknya. Gila! Ini lebih nikmat dari apapun yang pernah kurasakan. "Aaargh..!" Rasanya begitu dahsyat, seluruh otot tubuhku mengejang menahan nikmat.

Indra terus menerus menghisap dan menggerak-gerakkan kepalanya, sampai akhirnya rasa nikmat yang hebat menjalari pinggang dan dadaku, aku akan segera ejakulasi.
"Indra.. Gue hampir ke.. lu.. ar.. Nih!" Seruku tertahan.
Indra seolah-olah tidak mendengar peringatanku, ia malah menghisap lebih hebat lagi dan tanpa dapat kutahan lagi spermaku akan segera meledak dengan dahsyat. Kucengkeram rambutnya dan kutekan kuat-kuat ke pinggangku yang kuangkat tinggi-tinggi.

"Indraa.. Aaargh..!" Semuanya meledak di dalam mulutnya.
Indra tidak tampak kebingungan, ia menelannya sampai habis bahkan kini menjilat-jilat sisa-sisa cairan kental yang masih keluar dan melekat pada kepala dan batang kemaluanku sambil terus mengguncang-guncang kemaluannya yang kini kelihatan begitu merah dan tegang, aku mengerang-erang lirih sambil memejamkan mataku berusaha mempercayai kenikmatan dahsyat yang baru saja kurasakan ini. Indra melepaskan kemaluanku lalu ditindihnya tubuhku dan diciuminya bibirku dengan ganas, aku membalas dengan liar, Indra mengerang-erang sesekali, rupanya ia juga akan segera ejakulasi.

Aku kembali terangsang dan penasaran, ingin tahu rasanya menelan sperma.
"Indra.. Gue pengen ngerasain sperma elo!" Bisikku di telinganya.
Indra menatapku tak percaya, tapi sebentar kemudian ia tersenyum manis sambil mengangkat tubuhnya dari atas tubuhku. Ia meraih dua buah bantal dan menyisipkannya di bawah pundakku, ia sendiri berlutut dengan batang kemaluan tujuh inchi miliknya menegang tepat mengarah ke mulutku. Walaupun ragu-ragu namun rasa penasaranku membuatku segera meraih benda itu dan mengulumnya, rasanya sedikit asin dan precum yang keluar dari kepala penis Indra rasanya enak.

Indra memejamkan matanya menahan nikmat sambil mendekap kepalaku dan menggerak-gerakkan pinggulnya maju-mundur di depan mulutku, aku menghisap kemaluannya dengan keras dan "Aaa..!" Indra mengeluarkan erangan tertahan beberapa kali nafasnya memburu dengan cepat sekali, deru nafasnya terdengar begitu keras dan akhirnya "Aaa.. rrggh..!" Sperma Indra menyembur ke dalam kerongkonganku, rasanya aneh namun nikmat karena rasa penasaranku akhirnya terpuaskan.

Indra masih mengerakkan pinggulnya beberapa kali sebelum mengeluarkan batang kemaluannya dari mulutku.
"Enak banget, Ndra!" Bisikku ketika Indra berguling ke sisiku dan mendekapku dengan lengan dan pahanya.
"Gue baru pernah ngerasain yang kayak begini, gila! Nikmatnya luar biasa, Dan!" Ujar Indra di dekat telingaku yang kemudian dikulumnya.
"Jadi elo nggak pernah sama cowok lain sebelumnya?" tanyaku heran, Indra begitu ahli memuaskan diriku, tak mungkin ia belum pernah mengalaminya sebelumnya.
"Nggak, Gue sadar kalo gue gay sejak ketemu elo. Setiap kali berangkulan atau mandi bareng, gue selalu terangsang", jawab Indra.
"Gue lalu nyari segala macam info tentang seks gay di internet, gue lega akhirnya bisa juga bikin elo puas."

Tubuh kami basah kuyup oleh keringat, rambut dan ranjang Indra ikut basah dan berantakan, karena itu kami putuskan untuk mengganti sprei lalu mandi sekali lagi sebelum mengisi perut lalu tidur.

Sejak malam itu aku baru tahu bahwa aku juga menyukai pria di samping wanita, dan sejak saat itu pula hubunganku dengan Indra semakin dekat karena dari pria keren itu aku mendapatkan kepuasan seksual yang tak pernah kuperoleh dari seorang wanita.
 

Sample text

Sample Text


ShoutMix chat widget

Sample Text