Social Icons

Minggu, 20 Juni 2010

Pertemuan pertama

Sebenarnya pertemuan kami tidak disengaja. Saya diundang oleh bekas teman kuliah saya untuk bersantai semalam di sebuah pulau pribadi keluarganya di wilayah Kepulauan Seribu.

Kami berdelapan (dengan empat wanita) dan seekor anjing Papillon kecil yang cerewet bernama Tania, kemudian berjanji untuk bertemu di galangan Marina Ancol pada hari Sabtu pagi itu.

Teman saya Elena, kemudian datang bersama pembantu setianya (yang hendak kami uji kehandalan memasaknya) beserta satu orang supercute yang sebelumnya ternyata sempat "mengacak" jambulnya seperti Delon dalam Indonesian Idol.

Pria itu berwajah oriental dan berdandan necis seperti layaknya warga New York City yang hendak berlibur dan bersantai di daerah ekslusif the Hamptons atau Long Island.

"Joko, ini kenalin adek kelas gue waktu masih SMA.."
"Halo, Kristo.." ujarnya singkat sembari memperkenalkan namanya.
"Hi, Joko.. Teman kuliah Elena dulu di DC" saya menjawab

Gayanya fresh sekali Kristo ini. Wajah putih bersih dengan senyum yang menawan.

"Joko, karena kamu yang paling sabar.. Aku minta kamu nanti banyak nemenin si Kristo ini ya.. Maklum sudah sepuluh tahun di London dan baru saja kembali ke tanah air, jadi bahasa Indonesianya harus dilatih kembali ya.." ujar Elena kecentilan dengan gaya socialite muda Jakarta layaknya.

Entah mengapa saya tidak berkeberatan mendapat tugas mulia itu.

Separuh tamu yang diundang itu belum saya kenal. Dan seperti biasa yang saya duga, teman-teman Elena ini tentu saja berasal dari keluarga-keluarga yang berpengaruh di bilantika Ibukota ini (oke, mungkin termasuk saya sendiri juga sih).

Perjalanan ke pulau yang memakan waktu sekitar empat jam ini kami isi dengan canda tawa dan catching up bersama teman-teman yang kebetulan sudah lama tidak berjumpa. Kristo nampaknya agak bingung mengikuti pembicaraan awal kami karena keterbatasan bahasa-nya, keningnya mengerut setiap kali ia menemukan kalimat yang tidak begitu ia pahami. Selanjutnya kami memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan dalam bahasa campur-campur (alias mix Indo-English) agar pembicaraan tetap renyah tetapi tetap dapat diikuti oleh Kristo.

Setengah perjalanan berlalu Kristo kemudian bangkit dan beranjak ke buritan yacht kecil itu. Dengan gugup ia menggenggam pagar pelindung sembari nampak kesulitan bernafas.

"You okay Kris?" saya memutuskan untuk menemaninya setelah beberapa saat memperhatikannya dari area duduk.
"Um, not really, I got sea sick so easily.. Apa itu istilahnya.. Mabuk laut?"
"Oh saya kira kamu ngga bisa berenang sehingga tampangmu pucat ketakutan begitu.."

Ia berusaha tersenyum kecut menahan rasa mualnya.

"Sebentar saya ambilkan obat ya.."
"Okay.."

Kemudian saya menyerahkan obat dan jemari kami bersentuhan sejenak ketika gelas air dingin itu berpindah tangan. Ia tersenyum kecil yang membuat saya blingsatan dengan aura yang ia pancarkan. Damn, apa maksudnya itu?

Untunglah ia tidak sempat muntah karena mabuk laut ketika kami merapat di pulau yang hanya diisi satu bungalow itu. Wajahnya segera berseri karena penderitaannya sudah usai.

Makan siang ayam bakar kecap begitu nikmat sekali disajikan oleh Mbak Yusi diselingi buaian ombak dan musik lounge yang menghiasi ruang santai bungalow itu. Kami memutuskan untuk berleyeh-leyehan selama dua jam dengan bermain kartu sebelum memutuskan untuk berenang di air bening yang berwarna biru cerah itu. Suasana sangat tenang tanpa terganggu suara motorboat dari manapun juga.

Tiba-tiba pandangan saya terpatri pada Kristo yang menghampiri saya dengan hanya mengenakan sebuah celana basket tipis berwarna putih (seperti celana renang remaja Amerika). Aduh, ngaco sudah pikiran saya. Mengapa terlihat sexy sekali dia? Tubuhnya putih bersih dengan keringat yang membuat perutnya yang six-pack itu berkilauan cahaya mentari.

Dan ketika ia melambaikan tangannya ke arah ujung dok dimana saya sedang memancing itu, rokok yang menggantung di ujung bibir saya hampir saja terjatuh. Bebuluan hitam kelam yang lebat terlihat sangat kontras pada tubuhnya yang sangat putih itu. Ah, putingnya yang berwarna merah muda itu seakan siap saya santap sebagai hidangan penutup. (Ya ampun, berilah aku kekuatan untuk bertahan)

Tiba-tiba wajahnya berubah nakal, saya tahu maksud seringai serigalanya itu. Baru saja ketika saya siap untuk berdiri, ia kemudian berlari menghantam punggung saya, mengalungkan kedua lenggannya dari punggung saya dan dengan beban tubuhnya mengayun kami berdua terjun bebas dari dok kayu tersebut.

"Sialan Kristoo!!" aku berteriak terkejut.

Untung saja dompet dan HP-ku sudah aku tinggal di bungalow tadi. Para tamu lainnya ikut berlari ke arah tempat saya memancing tadi dan mereka kini terpingkal-pingkal menyaksikan adegan tadi yang membuat saya kini sudah berada di laut yang tenang itu bersama si imut (tetapi sialan) Kristo.

Tidak berapa lama kemudian saya merasakan seseorang memeluk pinggang saya dan berusaha menenggelamkan saya. Oh, belum selesai rupanya kejutan Kristo tadi? Mau main fisik, oke lah saya balas sekarang.

Beberapa menit berlalu dengan suara kecipak air yang ramai karena kami berusaha saling menenggelamkan satu sama lainnya sampai kami sendiri kehabisan nafas. Tamu-tamu lainnya sudah mulai mengolesi sun-screen pada tubuh "dewa-dewi" mereka sebagai asuransi dari sengatan mentari yang dapat merusak "kecantikan" mereka.

"Look at them.." saya mengarahkan pandangan Kristo
"Katanya mau ke Pulau tapi ga ada yang mau basah, gimana sih?" lanjutku.

Kristo kemudian menghampiriku dan (sekali lagi) memelukku sambil berbisik di telingaku, "Oke bagaimana kalau kita ambush saja mereka dan kita lempar mereka ke air?"

Wajahnya hampir menempel pada wajahku. Hembusan nafasnya yang masih terengah-engah menyeka kulit pipiku. Aku hanya bisa tersenyum saja memandang wajah manis itu.

"Oke, kita sok santai-santai saja berenang ke tangga dok itu.."
"Naik dan kemudian kita kejutkan mereka?" lanjutnya bertanya.

Ketika saya hendak beranjak berenang ke arah dok, pelukannya belum mau ia lepas dari tubuh basahku ini.

"Tunggu.. Sehabis itu we'll make them.." ia kembali membisiki telingaku.

But wait a minute. Apa itu? Saya merasakan batang zakarnya mulai mengeras pada permukaan paha kiri saya. Apalagi dengan terombang-ambingnya kami pada permukaan air yang menyebabkan tubuh kami harus saling menggesek.

"Oke-oke, buruan dong, sekarang?" saya mulai risih pada kedekatan tubuh kami yang entah mengapa sepertinya sangat menggoda birahiku.
"Oke go!" ia mendorong saya.

Sialan (sekali lagi). Tangan kanannya ternyata sempat menggenggam celana renang saya dari belakang sehingga ketika saya bertolak menjauh. Lepas sudah celana renang Speedo ala cowo-cowo Japonaise yang memang hanya selebar daun kelor itu.

Sumpah, antara malu dan ingin cuek. Saya sekarang tidak mengenakan sehelai benangpun di perairan yang jernih itu!

Kristo segera berenang menjauh sembari melambai-lambaikan Speedo saya sebagai tanda kemenangannya. Hal ini tentu saja dinikmati dengan seksama terutama oleh wanita-wanita sok jaim tersebut. Mereka mulai berdiri di pinggir dok mengamati apa yang akan saya ataupun Kristo lakukan selanjutnya.

"Ok, kalau ini yang ia inginkan. Let it be dah!" Ujar saya dalam hati.

Dengan santai saya meneruskan perjalanan saya hingga ke dok kayu itu. Saya rasakan seluruh tatapan mata menelanjangi tubuh saya (yang memang sudah telanjang itu) yang kini berusaha menaiki tangga tersebut.

Mungkin tubuh saya yang kecoklatan dan boleh dibilang kekar ini terlihat seperti jelmaan putra dewa laut sehingga mata-mata itu terbelalak dan tidak beranjak dari tubuhku.

Dengan santai aku berjalan ke arah mereka. Aku rasakan kepala zakarku yang sebesar buah tomat itu (walaupun masih "tertidur") mengayun seiring langkahku ke arah mereka. Dan ketika aku sampai pada area mereka berjemur itu, (seperti yang aku harapkan), seluruh pandangan terpusat pada wilayah kelelakian saya.

"Oke, puas?" Tanya saya pada mereka sembari melebarkan kedua lengan seperti si Jack dalam film Titanic.
"Wow, Joko, umm, I didn't know yours are soo.. Ehm, big" balas Wanda, si empunya Tania yang juga ikut menatap tubuh telanjang saya.
"Aduh, jeng, elo emang ketinggalan zaman. Masak ga pernah denger sih tentang
"Legenda Joko" yang santer seantero Jakarta itu?" timpal Ana, kawan saya yang lain.
"Lho emang kamu udah pernah tidur dengan Joko?" tanya Wanda
"Aduh dasar kuper, Joko ini playboy kelas wahid yang hobinya gonta-ganti pacar model atau pramugari Jeng.."
"Shh.. STOP.. STOP..! Orangnya masih di sini udah digosipin. Dasar ibu-ibu arisan!" teriak saya.

Mereka semua tergelak dengan riuh rendahnya. Perlahan-lahan pandangan para tamu pria mulai beranjak dari tubuh saya dan mereka mulai melanjutkan pembicaraannya masing-masing. Mungkin ada yang menjadi minder setelah menikmati pemandangan indah "size does matter" tadi.

"Dasar sombong kamu Ko.. Nih, pake.. Biar ga masuk angin.." seru Elena sembari melempar selembar sarung ke arah saya.

Tiba-tiba Kristo sudah berdiri dibelakang mereka dan seketika memberi kode kepada saya untuk mulai mendorong tamu-tamu malas itu ke arah air.

"Waa" dok itu menjadi ramai sekali sampai habis mereka kami dorong semua ke laut.
"Sukurin loe pada!!" teriak saya.
"Sorry guys, ini ide dia!" lanjut Kristo berteriak sembari menunjuk ke arahku.
"Enak aja loe!!" saya mencoba mendorong Kristo masuk ke laut lagi.
Anto yang sudah berhasil naik ke dok kemudian berlari ke arah kami mencoba menceburkan kami kembali. Kami sejenak bertatapan dan seringai jahanam Kristo muncul kembali. Kami berdua kini melangsungkan counter-attack dengan berlari ke arah Anto yang sekarang malah terkejut dan berlari berbalik arah.

"Byur!!" Anto berhasil kami "eliminasi".
"Hahaa.."

Mungkin tidak ada yang tahu pada saat itu bahwa saya membalas tatapan hangat Kristo yang bertahan hingga hampir dua detik. Saya langsung mengagumi tubuh indahnya yang putih bersih yang hanya ditutupi sehelai celana putih basah.

Sangking tipisnya celana itu, bebuluan hitam yang menjadi sarang burungnya nampak jelas dibawah garis penisnya yang tidak kalah menarik dari hasil cetakan basahnya celana tadi.

Saya kemudian membalikan badan karena merasa rish sendiri dan segera mengenakan sarung pemberian Elena takut nanti dikira yang bukan-bukan oleh para tamu lainnya.

Eh, tidak disangka, Kristo kini sudah berada disampingku, merangkulkan tangan kanannya pada pundakku. Berdua kami menatap manusia-manusia yang sok jaim tadi yang ternyata kini heboh sendiri dengan asyiknya laut yang hangat dan jernih itu.

"Bro, sorry yang yang tadi, gue gak kira celana renang lu bakal bener-bener lepas gitu.. Nih.." Tanpa risih ia mengambil celana renang mini-cooper ku itu dari lantai dok dan memberikannya padaku.
"Well, isn't that what you wanted anyway?" jawabku tersenyum ke arahnya. Mukanya kemudian memerah dan ia bergegas terjun ke air lagi.

Setelah ke-jaim-an masing-masing hilang, malam itu kami isi dengan karaoke (walaupun suara kami pas-pasan, kecuali suara Kristo yang empuk didengar), dilanjutkan main kartu dengan hukuman minum bagi yang kalah.

Karena Kristo belum familiar dengan aturan permainan kartu "lokal", sering sekali kami sengaja membuat peraturan-peraturan baru sehingga ia harus kalah. Dua jam kemudian terlihat bahwa ia mulai berbicara dan tertawa sekenanya, paling parah dari antara kami semua.

Permainan "truth or dare" kemudian digelar. Pertanyaan itu akhirnya jatuh kepada Kristo.

"Truth or dare. Kamu ga berani bilang perasaan kamu yang sejujurnya pada orang yang sedang kamu taksir!" ancam Roy.
"Dare!" Jawab Kristo.
"Oke coba! Siapa dan rencana kamu apa?" Tanya Jessica.

Kristo dengan sempoyongan berdiri. Kembali bergaya minimalis, alias hanya mengenakan celana Capri saja, tubuhnya yang kenyal dan berkeringat itu bergelimangan cahaya obor yang kami nyalakan.

Tawa mereka menggelegar kembali ketika menyaksikan Kristo yang sudah hampir mabuk itu mencoba berdiri dan merapihkan kemejanya (yang sebenarnya tidak ia kenakan).

"Oke listen to this, saya orangnya.. Engg.. Engga suka berbel.. It-belit, langsung aja ya: Joko! (jeda sejenak) Sejak pertama saya liat kamu di Jakarta tadi, saya sudah mulai naksir sama kamu!!" kemudian ia terkekeh-kekeh mengaharapkan sambutan yang meriah dari para tamu.

Tetapi apa dinyana? Ruangan berubah menjadi sunyi senyap. Bagaikan guntur yang menghabisi satu kampung, yang terdengar hanyalah suara jangkrik.

Maklumlah pemirsa, di zaman keterbukaan seperti sekarang ini, tetap saja hal-hal seperti ini mungkin masih dianggap tabu. Bahkan juga dianggap demikian oleh kaum elite berpendidikan luar negeri seperti teman-teman Elena ini.

"Eh, kamu mabok Kristo?" tarik Elena hingga Kristo hampir terjatuh pada lantai kayu itu.
"Gila kamu ya? Joko itu totally straight! Bulan lalu ia baru saja putus dari pacarnya. Saya mengajaknya ke sini agar ia dapat sedikit rileks dan melepaskan beban pikirannya. Sekarang apa-apaan kamu ini mempermalukan diri kamu, dan juga mempermalukan diri saya di depan teman-teman yang lain?"

Semuanya diam terpaku.

"Dan sejak kapan kamu berubah menjadi gay begini? Apa gara-gara kuliah di London?"
"Bukan Elena, saya memang dari dulu sudah begini, kamu aja yang gak notice! I'm your best shopping buddy remember? I understand your style, I know your colors. Mana ada cowo-cowo lain yang niat nemenin kamu belanja sampai berjam-jam keluar masuk butik?"
"But still gue ga rela.. Gue gak rela kamu jadi begini Kristo.. I thought you are one of my best friends.."
"I am still.." jawab Kristo lemah

Waduh, saya jadi merasa ngga enak dengan kejadian ini dan yang utama, saya merasa kasihan dengan Kristo yang pasti merasa terhakimi pada titik ini.

"Guys.. Guys.. Please let the poor guy calm himself first lah.." potong saya.
"Gini, saya yang menjadi "korban" di sini masak ngga ditanyai pendapatnya?".

Mereka mulai tersenyum kecil, dengan pengecualian Elena dan Kristo.

"Oke, pertama, jujur aja saya merasa sedikit geer dengan sambutan Kristo tadi. Begini, kalau cowo aja sampe merasa tertarik dengan saya, kan tidak menutup kemungkinan kalau para wanita juga mungkin merasa demikian juga."
"Oh shut up, dasar playboy kelas kakap!" balas Ana sembari membantu mencairkan suasana.
"Lho.. Lho bukan begitu Ana.. Gini deh, makasih atas kejujuran Kristo. Lagian kan tadi kita main truth or dare. Maybe that's the truth yang selama ini sesak menghantui Kristo, kan kita ngga tau. Atau mungkin alcohol sudah menguasai kesadarannya? Tapi sedikit tip buat Kristo aja nih, lain kali, sebelum "nembak" adain back-ground check dulu k'nape?"
"Hahaha.." Mereka kembali pada posisi santai.
"Ya udah.. Kita udah capek, udah malem eh udah pagi ini, mungkin sekarang kita istirahat dulu kali ya?"
"Sekarang gue mau ngomong mano-a-mano dengan Kristo yang kayaknya masih shock gitu. Wanda lu tolong tenangin Elena dulu ya. Oke yang lain boleh bubar. Kristo lu ikut gue sekarang.."

Ketika bisik-bisik mulai terdengar.

"Eh, jangan berpikiran yang tidak-tidak dulu! Gue janji Kristo ga akan gue gebukin kok.. Dan yang pasti ga akan gue perkosa!"

Mereka kembali tertawa dan sebuah bantal melayang pada muka saya.

Kami berjalan menyusuri pantai. Kristo yang kini terlihat sama sekali tidak mabuk berjalan pelan di sebelah saya.

"I know that you weren't drunk dude.." saya memulai.
"How do you know?" Ia bertanya balik
"Saya sempat bekerja voluntir pada yayasan yang mengurusi alkoholisme pada remaja. I know the signs and the symptoms. Dan yang pasti saya tau kapasitas minum kamu pasti jauh lebih banyak daripada yang kamu tenggak tadi, benar kan?"
"Iya sih."
"Terus kenapa kamu pura-pura mabok? Agar mereka mau mengampuni kamu besok pagi?"
"Well, yea.. That's part of the plan.."
"Okay, I got three words for you"
"Well done buddy!"
"Lho?"
"Rencana yang hebat. Besok pagi kamu minta maaf kepada mereka dan juga kepada saya di depan mereka karena kamu mabuk dan tidak bisa mengontrol mulut kamu sendiri"
"Tapi.. That was the truth!"
"I know! Have you mistaken me for a fool?"
"Jadi?"
"Ga ada yang perlu tau kondisi kamu yang sebenarnya. At least tidak ada di antara kami ini yang perlu tau."
"Lalu kamu sendiri?"
"Maksudnya?" Tanya saya
"Ya gimana respons kamu terhadap pernyataan saya tadi?"
"Oh itu.. Sorry nih man, but I'm not gay."

Ia kemudian menghentikan langkahnya. Hanya suara deburan ombak yang terdengar. Sinar rembulan menerangi lembut butiran pasir yang terasa halus di kaki kami.

"Lho kenapa? What do you expect?" tanyaku.
"No, it's your right, I made a mistake I guess" timpalnya lemah.

Kemudian aku membalikkan badan menghadapinya. Tanganku menyeka rambut yang menutupi keningnya. Ia terbelalak melihat perlakuanku itu. Kemudian aku mengalunginya dengan lenganku.

"Dude, I don't know what I felt today. Sebenarnya saya juga tertarik sama kamu walaupun saya belum pernah merasakan hal ini sebelumnya terhadap sesama pria. Mungkin Tuhan telah memberikan kamu untuk menghibur saya yang baru saja ditinggal diam-diam menikah oleh wanita brengsek itu"
"Oh. Shit. Sorry, I didn't know that"
"Of course, there are a lot of things you didn't know about me. Terus kenapa kamu bisa naksir saya?"
"Kayaknya kamu orangnya baik, bijaksana dan tongkronganmu itu, gimana ya.., kayak yuppies abis. Kayaknya sukses dalam usahamu. Well, yang pasti sih ehm, gaya kamu itu gimana ya, macho abis, kayak pria Indonesia yang tulen dan gahar yang bisa bikin hamil cewe-cewe satu kampung!"
"Gelo sial Emang kamu mau jadi salah satunya?"
"Mm.." Ia tersenyum kecil.
"And your dick man, it was like soo huge man!"
"Ssh, nanti kedengeran sama yang lain gila!"

Waktu berlalu beberapa saat ketika kami terdiam.

"Dan.. Ehm, kamu sendiri juga imut banget kok.. Very nice ass. Hehe..".

Ctar!! Tepukan keras pada bokongnya terdengar membelah kesunyian malam. Kemudian kecupan yang hangat dan penuh cinta kububuhkan pada bibirnya yang tipis dan sexy itu.

Keesokan paginya benar saja, ia meminta maaf atas "kekacauan" yang ia perbuat di malam sebelumnya. Dan sesuai dengan permintaanku ia menyangkal semua perkataannya sendiri dan memutuskan bahwa untuk sementara tidak perlu ada yang tahu keadaan sebenarnya. Tetapi kebalikannya, ia sebenarnya tidak tahu bahwa ia sedang didekati seorang serigala berbulu domba (that would be ME).

Karena ukuran dan napsu maniak seks-ku yang besar, hanya beberapa wanita yang dapat benar-benar menikmati permainan handalku. Mungkin dari itu aku belakangan berpikiran untuk mencari seseorang yang benar-benar dapat menghargaiku apa adanya dan yang pasti ia harus dapat membalas keperkasaanku. Mungkinkah orang itu Kristo?

Dari situlah persahabatan kami berdua di mulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text


ShoutMix chat widget

Sample Text